Kau bilang, di dalam
keramaian aku masih merasa sepi, sendiri memikirkan kamu.
Dia yang kau pikirkan itu,
selalu mencari-cari kau di antara punggung orang-orang, di jantung-jantung keramaian.
Di gerbong kereta, di ruang tunggu bandara, di dalam bus dan pesawat, di
halaman-halaman bertenda sebuah acara, di majelis-majelis, di sepanjang jalan kehidupannya
yang menghampar sepi. Lebih sepi dari kesepian milikmu.
Sebelum kau menumpangkan
pesan lewat lirik lagu itu, dia, sejak kau singgah dan bermain-main dengan
hatinya, dia merasai sepi dari yang
paling sepi. Mencari-carimu. Di antara jari-jari hujan pada musim-musim yang
basah. Di antara tiang-tiang cahaya pada musim-musim yang kering. Di antara sedu
sedan dan harap-harapan rohani. Ia hanya tegar jika sudah ditabahkan oleh
janji-janji Pangeran langit.
Kau bilang, di dalam
keramaian aku masih merasa sepi, sendiri memikirkan kamu.
Dia yang -entah benar atau tidak- kau pikirkan itu,
selalu mencari-cari kau di antara punggung orang-orang. Di setiap lipatan
waktu. Di setiap merah-merah dan jingga-jingga bentang langit fajar juga senja.
Kaukah itu?
Kaukah itu?
Kaukah itu?
Musafir hanya layak
memikirkan Kau.
Baginya, kau, kesepian sekaligus keasingan
yang menuju Kau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.