Laman

Rabu, 02 Agustus 2017

Perpustakaan dan Kenang yang Jatuh Dari Talang Ingatan

gambar dari google

Di Kelas Penulis Tangguh (PT) sedang berlangsung penulisan naskah cerpen tribute to Koko Ferdie yang wafat dua pekan lalu. Cerpen harus menggambarkan salah satu kegemaran Koko atau paling tidak ada satu ciri khas Koko. Karena Koko suka nongkrong di perpus, jadilah saya mengolah kisah dengan tokoh ‘Koko’ yang hidupnya hanya beredar di kampus dan perpus.



Saat menuliskan itu, saya malah terkenang penggalan-penggalan adegan di perpustakaan. Dan tentunya, ini adalah beberapa yang paling berkesan.

Pertama, ini kejadian di perpus SMA.

Masih kelas satu saat itu. Malam itu saya lagi ngerjain PR di perpus (saya tinggal di asrama sekolah). Lagi asyik dan khusyuk, lalu muncul dua orang Kakak Kelas (perempuan) trus nyanyi.

“Engkau masih anak sekolah, satu SMA, belum tepat waktu tuk begitu begini…”

Awalnya nggak ngeh, tapi lama-lama jadi paham, ternyata mereka lagi nge-bully dengan lagu. Bukan bully ding, saya anggap itu sebagai cara tidak langsung menasehati agar saya tidak kecentilan di depan Kakak Kelas.

Kok bisa begitu? Karena eh karena, waktu itu lagi ada Kakak Kelas cowok yang demen godain saya *keselek buku peer.

Kedua, lokasinya di Perpusda. Masih SMA juga.

Pada suatu hari Ahad, saya dan temen se-tim Lomba Karya Ilmiah janjian buat cari data di Perpusda. Karena saya buta jalanan di Medan, maka saya pergi bareng abang-abang yang udah kuliah di Medan. Gayanya guide banget deh.

Bener sih perginya dari rumah nggak pake nyasar. Etapi begitu pulang (saya lupa waktu itu kita mau mampir kemana), kita sukses salah naik angkot dan nyasar entah kemana.

“Katanya guide, Bang?”

“Abang kan guide hati kamu bukan guide angkot, Dek.”

Gubrak…

Ketiga, kali ini baper banget di perpus kampus IAIN (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Tahun awal kuliah di Fak Dakwah, saya punya temen sekelas yang peredarannya kos-kelas-perpus. Entah demi apa dia rela keluar uang buat traktir apa aja dan ngelakuin apa aja kalau saya mau nemenin dia ke perpus.

Astaga banget lah sama temen macem ini. Kalau pas lagi meriang dibelikan obat dulu, ditraktir makan dulu baru deh kita ke perpus. Kalau lagi belum kelar tugas makalah dia rela bikinin makalah untuk saya asal anteng aja saya ikut dia ke perpus.

Padahal, di perpus juga sayanya dianggurin. Yaiyalah, lha kan dia kencannya sama buku, bukan sama saya :) 

Yang paling memorable. Saya pernah walk out dari perpus gara-gara ada cewek anak kelas sebelah yang mbuntuti si dia ini. Trus apa si dia ngejer saya gitu? Itu mah adanya di drama Korea. Kalau di kisah saya, yang ada hanyalah air mata dan hati yang luka *itu judul-judul lagu jaman dulu :D

Terakhir,setting-nya masih di perpus kampus IAIN.

Ini kejadian tahun pertengahan kuliah. Saya sendirian di perpus. Teman yang tersebut pada poin tiga sudah pindah kuliah ke Jakarta. Saya masih berdiri memilih buku. Mengambil satu, membaca daftar isi sekilas dan meletakkannya kembali lalu ambil yang lain lagi. Begitu terus hingga kartu perpus yang saya pegang meluncur dan jatuh ke lantai.

Nah, saat saya hendak merunduk untuk mengambil kartu itu, ternyata kartu itu sudah dipungut oleh seseorang Mas yang tanpa saya sadari dia sudah jongkok memilih buku di rak bawah, persis di sebelah saya, entah sejak kapan.

Dia menunduk mengamati kartu saya yang sudah dipegangnya, tak lama ia mendongak. Dan, saat ia mendongak, saat itulah saya merasa seperti sedang syuting film India. Ternyata, si Mas yang memungut kartu saya adalah si Mas yang sosoknya pernah dengan susah payah saya hindari. Sekian lama menghindar dan demi apa pula Allah mempertemukan kami di perpus yang sunyi dan membuat saya gagap seketika.


Jangan banyangkan adegan lanjutan ala-ala FTV. Cukup sajalah sampai di sini. Karena bila bertemu dua mahluk berlainan jenis, maka yang ketiga adalah syaitan. Dan saya tak ingin itu Anda :)  

2 komentar:

Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.