Laman

Jumat, 13 Oktober 2017

[Lomba Menulis Feature SD Kemdikbud 2017] PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS RUKUN IMAN



PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS RUKUN IMAN
Oleh: Dwi Asih Rahmawati

Tahun lalu, pada suatu kesempatan berdua dengan Ririn (kelas lima Sekolah Dasar), saya bertanya apakah teman-temannya di sekolah pernah menunjukkan  video aneh dari gawai mereka?
            “Pernah.” Jawab Ririn spontan dan jujur.
            Saya terlonjak. Dada saya berdenyaran dan berusaha saya stabilkan dengan istighfar yang saya rapal di dalam hati.
            “Kakak dikasi lihat video apa, Nak?” Tanya saya hati-hati, berharap ia akan lebih terbuka.
Mmm, Kakak mau cerita, tapi Mama janji nggak marah, ya?”

            Saya pandangi wajah putri sulung yang belum genap sebelas tahun itu dengan cermat. Ada cemas yang terarsir dengan jelas di sana. Ia menggigit satu ujung bibir sembari manik matanya menyiarkan risau yang bertumpangan dengan ragu.
            “Oke, Mama janji enggak marah. Kakak sudah lihat apa, Nak?”
            “Janji beneran nggak marah?”
            Saya menarik napas dan melepasnya perlahan, “Kenapa Mama harus marah?”
            Ririn menatap saya serupa tatapan milik seorang tawanan yang diliputi permohonan belas kasih. Saya coba tersenyum tulus agar ia memercayai janji saya untuk tidak menerbitkan amarah pada apapun yang akan keluar dari bibirnya.
            Dan dengan amat hati-hati ia mulai berkisah. Tentang  gambar dan video berkonten pornografi yang ditunjukkan teman satu kelasnya. Kala itu sedang ramai berita awkarin di dunia maya. Ririn diperlihatkan gambar-gambar awkarin yang berbusana minim. Ia juga diperlihatkan video dua manusia berlainan jenis yang sedang melakukan aktivitas seksual.
            Saya menahan tangis mendengar pengakuan Ririn. Tentang bagaimana cara teman si empunya gawai mengajak teman lain untuk menonton. Bagaimana anak-anak kelas lima itu menutup mulut menahan mual namun tetap penasaran. Saya pada akhirnya bersyukur dengan hati yang seperti balon bocor tipis dan mengempis perlahan manakala ia akhirnya mengaku tak tahan dan jijik lalu ke luar dari kerumunan.
Ya Tuhan, putri sulung yang saya jaga dengan saksama di rumah. Ia yang tak saya beri gawai untuk ia miliki sendiri agar ia terlindungi dari serangan pornografi yang begitu agresif di internet, ternyata, ia sudah terpapar pornografi di sekolah.
           
Ancaman NARKOLEMA di Sekolah Dasar

            Kenyataan bahwa saya memiliki putri yang terpapar pornografi di tempat yang seharusnya menumbuhkan karakter baik (sekolah), membuat saya tersadar bahwa ancaman narkolema (narkotika lewat mata) sudah tak berjarak dengan anak-anak saya.
            Kejadian yang menimpa Ririn sekonyong-konyong membuat mata saya melek dan tingkat kesadaran saya penuh seketika. Saya jadi belajar lagi. Saya baca artikel tentang anak dan pornografi. Saya dengarkan ceramah ahli parenting terkait anak-anak usia dini dan Sekolah Dasar yang BLAST (Bored, Lonely, Afraid-angry, Stress, Tired) dan menjadi target para pebisnis pornografi untuk membunuh karakter sesuai fitrah mereka. Dan saya sungguh tercengang ketika membaca hasil riset KPAI pada tahun 2014 yang mengungkap bahwa 90% anak kelas lima Sekolah Dasar sudah terpapar pornografi.
            Saya juga akhirnya paham, bahwa kerusakan otak akibat narkolema jauh lebih berbahaya daripada yang ditimbulkan oleh narkoba.  
            Sebagai Muslim, saya mengingat dua ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan ini.
            “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan mereka memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka… “ (QS.An-Nur: 30).
            Saya tidak pernah meresapi makna ayat yang menyambungkan antara pandangan dengan kemaluan. Tetapi kasus narkolema mengentak kesadaran saya, bahwa poin utama untuk dapat menjaga kemaluan adalah dengan menjaga pandangan. Sungguh Islam telah benar-benar sempurna mengatur umatnya semenjak empat belas abad lampau, bahkan hingga pada tata cara pergaulan seperti yang terdapat di dalam Qur’an Surat An-Nur ayat 30 (bagi laki-laki) dan ayat 31 (bagi perempuan).
            Ririn yang terpapar pornografi (lewat tontonan) di sekolah menjadi momentum bagi saya selaku ibu untuk berpikir ulang tentang makna keamanan (tempat yang aman) juga tentang pendidikan karakter di sekolah. Saya tentu tidak bisa asal datang ke sekolah dan melabrak guru-guru di sana karena mereka tidak berhasil menanamkan pendidikan karakter. Alih-alih melakukan aksi norak seperti itu, saya justru melongok ke dalam diri, kiranya bekal apa yang sudah saya berikan pada putri saya agar ia memiliki imunitas yang tangguh. Imunitas yang selayak buah-buah ranum, bergelantungan di pohon karakter yang tinggi nan teduh.  


Rukun Iman Tak Sebatas Teori Dalam Buku Teks
            Merujuk kepada ensiklopedia bebas Wikipedia, Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 85,2% penduduk Indonesia. Sementara situs satu data Indonesia menyebutkan bahwa jumlah siswa Sekolah Dasar berdasar agama, memunculkan angka 21.911.779 untuk siswa beragama Islam. Sementara Kristen sebanyak 2.340.442 siswa dan Katolik 1.048.869 siswa.
            Islam agama mayoritas. Siswa muslim menjadi mayoritas pula. Bahkan, sekolah-sekolah berlabel Islam tumbuh sangat subur seiring tumbuhnya kesadaran beragama masyarakat Indonesia. Islam sebagai agama yang sempurna mengatur pola hubungan termasuk adab-adab (akhlak) seorang muslim, hal ini tak berbanding lurus dengan praktik (karakter) yang dimiliki oleh umat Islam, dalam hal ini para siswa.
            Pada kasus putri saya Ririn, walau ia bersekolah di SD umum, namun tidak ada satupun teman sekelasnya yang non muslim. Semua muslim. Tapi tidak semua orang tua paham bagaimana mengarahkan anak dan menanamkan pendidikan karakter berdasar tuntunan Qur’an dan sunnah. Mungkin, para orang tua (termasuk saya sebelumnya) berpikir bahwa segala pendidikan anak termasuk karakter adalah urusan sekolah.
Maka terjadilah, anak bebas bermain gawai. Anak menganggap semua yang ada dalam gawai itu sah untuk mereka cerna. Lebih dalam, anak sama sekali tidak merasa takut melihat apapun sebab di sekolah tentu tidak ada orang tua dan guru yang mengawasi. Sebab guru berada di ruang kantor pada jam istirahat.
Padahal, anak (siswa) muslim semestinya paham sejak mereka kelas satu dan mendapatkan materi Rukun Iman pada pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), bahwa ada Allah yang Maha Melihat dan ada Malaikat yang senantiasa mencatat.
Rukun Iman ini seolah-olah hanya sebatas materi untuk dihafalkan. Ia selesai pada lembar ujian dan menguap ketika siswa naik pada semester dan kelas selanjutnya. Sejatinya, materi Rukun Iman yang diajarkan pada kelas satu (semester pertama) ini sungguh bisa menjadi pondasi dan modal besar dalam membentuk karakter baik bagi siswa. Karakter baik yang akan melekat sepanjang hidupnya.
              
Penguatan Karakter Berbasis Rukun Iman
            Rukun Iman ada enam. Hampir semua siswa beragama Islam kelas satu hafal enam poin dalam Rukun Iman.
Pertama, iman kepada Allah.
Kedua, iman kepada malaikat Allah.
Ketiga, iman kepada kitab Allah.
Keempat, iman Rasul Allah.
Kelima, iman kepada hari kiamat.
Dan keenam, iman kepada segala ketentuan Allah.
Bagaimana keenam poin Rukun Iman dapat membentuk dan menguatkan karakter siswa? Saya sebagai ibu rumah tangga dengan tiga anak, paling tidak telah mengaplikasikan secara sederhana Rukun Iman sebagai pembentuk dan penguat karakter. Tentu saja pada lingkungan sosial terkecil; di dalam rumah.
Iman kepada Allah, di dalam buku teks Pendidikan Agama Islam untuk kelas satu terbitan Erlangga, berarti harus menyembahNya dengan melaksanakan perintahNya. Sudah, itu saja. Padahal, poin satu ini memiliki kunci pembuka untuk membentuk karakter siswa bila dijabarkan lebih dalam. Bahwa Allah itu Maha Hidup, tidak pernah mengantuk apalagi tertidur. Dia juga Maha Melihat, Mendengar dan Mengetahui semua hal yang berada dalam terang maupun dalam kegelapan.
Bila poin ini dipahamkan secara terus-menerus kepada siswa pada setiap kesempatan, maka hasilnya akan luar biasa. Siswa tidak akan menyontek saat ujian karena mereka paham Allah sedang melihat. Siswa tidak akan mem-bully teman karena mereka paham Allah mengawasi. Mereka akan tertib di kelas karena mereka paham Allah mencintai anak-anak yang patuh pada guru-guru.
Kedua, iman kepada malaikat. Bila siswa paham bahwa setiap mereka memiliki malaikat pendamping yang ditugaskan Allah untuk mencatat segala amal perbuatan, mereka tentu tidak berani berkelahi karena paham bahwa ada malaikat yang siaga dengan pena-nya. Siswa tak berani menyalahgunakan uang SPP yang dititipkan orang tua karena mereka paham perbuatan itu hanya akan mempertebal buku catatan buruk milik mereka. Dan itu akan menyusahkan kehidupan akhirat mereka nantinya.
Rukun Iman ketiga, percaya kepada Kitab-kitab Allah, akan memahamkan siswa bahwa dalam hidup ini, sudah ada buku pedoman lengkap yang tetap kekinian dan kita akan selamat, akan bahagia bila mengikutinya. Siswa tidak akan ngeles  apabila guru mengingatkan untuk selalu berbuat baik terhadap sesama dan menolong teman yang sedang susah, sebab hal itu banyak diperintahkan Allah di dalam kitabNya.
Beriman kepada Rasul akan mengokohkan karakter siswa dengan segala keteladanan Rasul yang mulia. Rasul adalah panutan utama sebab mereka manusia yang sempurna budi pekertinya. Rasul selalu berkata jujur dan lemah lembut, senantiasa menolong, tidak berwajah masam, tidak baper-an, bersabar bila ada masalah dan bersyukur atas semua kemudahan/prestasi.
Bila guru berhasil memahamkan siswa tentang karakter Rasul-Rasul Allah, maka siswa akan memiliki panutan dan idola yang benar. Yang akan berimbas pada sikap keseharian mereka dan menumbuhkan semua benih karakter baik dalam diri mereka.
Tak kalah penting, beriman kepada hari kiamat akan sangat berpengaruh pada karakter siswa. Siswa tidak akan ngeyel dan bebal, siswa tidak akan memperturutkan kemauannya sendiri (egois) dan menuruti hawa nafsunya (mencontek, mengambil hak orang, dll) sebab mereka paham bahwa kehidupan yang sekarang adalah sementara. Ada kehidupan lebih abadi pada hari esok. Kehidupan yang bermula dari dibukanya buku catatan amal yang ditulis oleh malaikat. Hari ketika Allah menepati janjinya atas hadiah (surga/tempat segala keinginan dikabulkan) bagi orang-orang yang patuh dan hadiah (neraka) bagi orang-orang ingkar.
Dalam perjalanan kehidupan siswa, ketika kelak mereka sudah tumbuh besar menjalani profesi apapun, bila kepahaman hari akhir ini sudah mengakar dalam diri mereka, tentu mereka tidak akan sanggup mengurangi timbangan dalam perdagangan, tidak korupsi bila menjadi pejabat dan tidak menyalahgunakan wewenang yang dititipkan Allah kepada mereka.
Terakhir, pemahaman bahwa segala sesuatu merupakan ketentuan Allah, akan membuat siswa tetap optimis dan selalu berprasangka baik. Tidak mudah mencurigai teman, tidak mudah menghakimi teman, tidak mudah baper atas sesuatu tidak mengenakkan yang menimpa mereka.
Keenam Rukun Iman ini dapat diaplikasikan setiap saat oleh guru-guru untuk membentuk karakter siswa. Ketika ulangan akan dilaksanakan, guru mengingatkan bahwa Allah melihat gerak-gerik sekecil apapun dan malaikat siap mencatat.  Ketika ada siswa yang membuang sampah sembarangan, guru mengingatkan bahwa Allah dan RasulNya mencintai segala sesuatu yang bersih.
Ketika ada siswa yang malas belajar (tidak semangat), guru dapat memberi motivasi bahwa Allah dan RasulNya mencintai orang-orang yang rajin menuntut ilmu. Bila ada siswa yang malas berolah raga, guru akan mengabarkan bahwa Allah dan RasulNya mencintai orang yang kuat dan sehat. Serta masih banyak lagi hal-hal kecil yang bisa diterapkan dengan mudah, pada setiap kesempatan (sambil belajar ataupun bermain, di dalam kelas ataupun di luar) dan terus-menerus.      
Penguatan pendidikan karakter berbasis Rukun Iman ini tidak hanya dapat dilakukan oleh guru bidang studi PAI, melainkan oleh semua guru. Secara teknik mungkin perlu diadakan seminar Rukun Iman Sebagai Basis Pendidikan Karakter untuk seluruh guru. Sehingga siswa akan terus meng-upgrade karakter pada setiap pelajaran. Mereka akan bertemu Rukun Iman pada pelajaran IPA, akan bertemu Rukun Iman pada pelajaran IPS, akan bertemu Rukun Iman pada pelajaran Penjas, Matematika, dan semuanya.
Penguatan karakter berbasis Rukun Iman ini tidak hanya dapat diaplikasikan kepada siswa beragama Islam, tetapi juga kepada seluruh siswa. Bahwa benang merah dari semua agama adalah sama, beriman pada Tuhan, pada Kitab, pada Rasul, pada Malaikat dan hari akhir.
Saya mengimpikan, Rukun Iman yang diaplikasikan dalam hal-hal sederhana di Sekolah Dasar akan memancangkan pondasi karakter baik pada setiap siswa. Dan pada akhirnya saya membayangkan, tak akan ada lagi siswa yang berani membuka situs-situs tidak patut (pornografi) dan apalagi mengajak teman-temannya untuk melihat bersama-sama. Karena mereka semua paham, apa yang mereka buka dari gawai akan diketahui oleh Allah. Dan apa yang mereka tonton akan dicatat oleh malaikat.
Semoga impian saya ini menjadi mimpi kita bersama. Menjadi mimpi orang tua siswa beserta seluruh guru demi terwujudnya generasi Indonesia emas pada masa mendatang. Semoga…

Medan, 12 Oktober 2017

*Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis Feature Sekolah Dasar 2017 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.