Laman

Senin, 13 Agustus 2018

Surat Dari Seorang Anak Bermata Almond

Foto dari sini


Pekan lalu, seorang sahabat mengirim pesan yang membuat saya merenung lama, “Jika kamu Anak Down Syndrome dan bisa menulis surat, apa yang akan kau katakan pada orangtuamu?”

Ini pertanyaan sulit. Seumur-umur, saya belum pernah menulis surat untuk orangtua. Terkadang, saya menulis surat untuk Ibu. Itupun karena Ibu sudah lama berpulang. Bila Ibu masih hidup, saya tak yakin apakah memiliki keberanian untuk  melayangkan sepucuk surat saja ke pangkuannya.

Tapi baiklah, sebab saya belum ingin dipecat dari daftar temannya, maka inilah saya. Seorang anak down syndrom yang memberanikan diri menuliskan sepucuk surat ke haribaan orangtua.

***

Ayah, Bunda, assalamualaiakum…


Aduuuh, aku bingung sekali akan menulis apa. Sebab semua yang ayah dan bunda lakukan untukku terasa lebih indah dari puisi, lebih merdu dari lagu, dan lebih menyejukkan dari sepoi angin sore yang membelai pipiku.

Ayah, beberapa kali aku pernah mendengar lagu yang ayah dengar dari laptop di hadapan ayah. Liriknya kira-kira seperti ini:
Melihat tawamu
Mendengar senandungmu
Terlihat jelas di mataku
Warna - warna indahmu
Menatap langkahmu
Meratapi kisah hidupmu
Terlihat jelas bahwa hatimu
Anugrah terindah yang pernah kumiliki.

Ayah, Bunda, terkadang aku merasa (bahkan terlalu sering merasa) lagu yang didengar ayah itu adalah lagu yang diciptakan dan disenandungkan khusus untukku. Apakah aku anak yang GR, ayah?

Aku sering mendengar percakapan orang-orang dewasa, bahwa aku dan anak-anak sepertiku disebut anak yang berkebutuhan khusus? Disebut khusus mungkin karena aku lebih banyak butuh diperhatikan daripada kakak-kakak. Aku juga lebih banyak butuh dibantu ketika beraktivitas dibanding kakak-kakak. Pun aku membutuhkan lebih banyak stok sabar ayah juga bunda dalam merawatku dibanding ketika dulu merawat kakak-kakak. 

Ayah ingat tidak, aku bahkan baru bisa berdiri tegak dan berjalan selangkah dua saat usia 2,5 th. Padahal kakak-kakak sudah bisa berlarian di tepi pantai dan saling melempar pasir pada usia itu.

Ayah, bunda, dalam perjalanan hidupku hingga seterusnya sampai ajal yang ditetapkan Allah nanti, aku mungkin akan selalu banyak menyita perhatian, menguras kasabaran dan memeras kasih-sayang ayah bunda. Aku mungkin akan tumbuh sedikit lebih mandiri, dan berprestasi (inipun karena ketelatenan bunda dan ayah mengasah bakatku bukan karena usahaku sendiri), tapi tetap aku akan selalu bergantung pada kasih sayang ayah bunda.

Suatu ketika aku berpikir, bagaimana jika ayah dan bunda kehabisan stok kasih sayang untukku? Sementara aku masih tetap aku yang seperti ini, yang memiliki otot-otot lemah, yang orang-orang mengataiku ‘lamban’, yang gampang sakit, yang down syndrome. 

Terkadang aku takut bunda lelah merawatku, ayah letih melatihku, dan kakak-kakak bosan dengan ‘kemanjaanku’ yang selalu, terus dan terus butuh diperlakukan khusus.

Mmmh, suatu waktu, dalam benakku pernah terbersit ide, bagaimana bila ayah dan bunda memperlakukan aku dan kakak-kakak dengan perlakuan yang sama? Walau tak persis sama, maksudku, bukankah kami ini sama anak-anak yang dititipkan Allah pada ayah bunda? Kami sama memiliki keunikan, kekhususan (walau tetap aku lebih khusus) dan itu membuatku terkadang merasa bersalah telah menyirap habis segala perhatian ayah bunda untukku.

Mungkin ini hanya perasaanku saja. Tapi kumohon ayah, bunda, jangan menyisihkan kakak-kakak walau sedikit saja hanya karena demi aku, ya? Jangan jadikan hadirku sebagai excuse kekurangmaksimalan ayah bunda memperhatikan, merawat dan menyayangi kakak-kakak. Kumohon, cintai masing-masing kami karena Allah, tidak ada yang lebih dan tak ada yang kurang.

I’m down syndrome and I’m okay, insyaAllah.

Ayah, bunda, aku mungkin bukan anugrah terindah dalam hidup kalian, tapi kalianlah anugrah terindah dalam hidupku. Terimakasihku yang lebih tinggi dari gunung-gunung sebab ayah bunda berkenan menerima aku yang banyak kurang ini. Tak ada yang lebih besar kupinta pada Allah kecuali balasan jannah yang akan membasuh segala keluh dan lelah ayah bunda.

Ayah, bunda, terimakasih, ya. Dicintai demikian dalam oleh kalian memberiku kekuatan, dan mencintai kalian telah memberiku keberanian.

Peluk cium dariku,
Your almond shaped eyes…



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.