Laman

Minggu, 26 Agustus 2018

The Path


Dia nyaris tenggelam tadi malam.
Benda-benda terlihat berjatuhan, dimensinya menghitam.
Ada beberapa kunang-kunang, terbang tinggi.
Kerlipnya sedikit menerangi.
Benda-benda yang jatuh, menghimpit dadanya. Membanting perutnya.
Dia terbatuk, pendek-pendek tapi dalam, seolah hendak mencerabut semua apa yang ada di rongga dada.
Sesak. Berputar-putar.

Dia bangun.
Menepuk dada dan perut.
Terhuyung berjalan ke kamar kecil.
Tertunduk dan memuntahkan semua. Isi perut yang menggores-gores kerongkongan. Perih. Pahit.

Bahunya berguncang.
Dia berbaring sembari belajar merubuhkan arsitektur kepedihan yang terbangun sendirinya beberapa hari belakangan.
Arsitektur kepedihan yang kumuh dan merontokkan sari-sari bunga.
Arsitektur kepedihan yang melantak harapan-harapan.

Pada ujung tangisnya, dalam rengkuk tubuh ringkihnya, dia mengingat kau.
Satu saja dan dia hanya sanggup mengingat kau.

Di sana, apakah sebersit saja kau juga mengingatnya?

Malam tadi, sungguh dia akan tenggelam.
Ingatan tentangmu, sedikit saja, mengeringkan airmatanya.
Menertibkan gemuruh dadanya.
Meredakan sengalnya.

Dia mengingatmu, mengingat ucapanmu, “Bersabarlah, kau bisa melewati semuanya. Percayalah, sungguh percayalah, di depan sana, yang ada hanya cinta.”


26 Agustus 2018, setelah terlewati satu jalan  suram...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.