Laman

Selasa, 27 Februari 2018

Geer VS Baik Sangka



Dalam kajian berjudul GR, ustad Hanan Attaki berkelakar bahwa GR itu beda tipis saja dengan yang namanya husnudzon sama Allah (saya ketawa sambil istighfar mendengarnya). Beliau menyampaikan ‘ayat GR’: Al-Kahfi:32-44 yang mengisahkan dua laki-laki dan satu di antaranya kafir. Orang kafir ini memiliki kebun yang subur dan melimpah hasilnya. Dia menyombongkan hartanya kepada temannya yang mukmin. Mengatakan bahwa kebunnya akan kekal. Hingga Allah mencabut nikmatnya dan hartanya habis. Ia menyesal. Ternyata, selama ini ia hanya geer belaka.

Lebih mudah memahami perbedaan GR VS baik sangka kepada Allah bisa kita lihat pada permisalan, dulu kita seorang yang sesat, lalu Allah berkenan memberi hidayah.

Respon Orang GR: “Ada untungnya dulu pernah tersesat, jadi sekarang bisa ngerti kalau anak mulai sesat, bisa ngelurusin anak.”

Respon Orang baik sangka; “Allah itu maha baik, dulu tersesat jauuuh banget, tapi Allah masih kasi kesempatan untuk taubat.”

Poinnya, jika kita membesarkan ‘kita’ maka itu disebut GR. Tapi jikalau kita menghebatkan Allah, barulah disebut baik sangka. Saya ngaji bab GR ini dua pekan lalu. Dan kenapa baru diceritain sekarang, adalah karena hampir saja ada yang jatuh pada lembah perasaan gede rasa.
***

Terkisah, seorang teman (A) membaca status temannya (B). Itu status mengandung unsur kebaikan namun juga senda gurau. A merasa senda gurau B garing, pun, itu menyendaguraukan satu bagian kecil dalam agama. Hampir saja A menulis komentar ‘garing’ namun ia urungkan. Nantilah, dua-tiga hari insyaAllah ia akan ngobrol dan mengingatkan B, batin A.

Alhamdulillah, Allah beri kesempatan mereka ngobrol di ruang tertutup (WA) saat itu juga dan bahasan status itu mengalir begitu saja. B yang basicly paham agama dan lembut hati menerima nasehat itu dan segera menghapus statusnya.

Lepas dari obrolan itu, pikiran A masih terpaut soal status yang sudah di-delete B. Adakah B melakukan itu sebab terpaksa? Adakah B marah dengannya? Adakah caranya bernasehat terlalu ‘ketus’ dan menyakiti hati B? Serta serangkaian pikiran-pikiran yang menggelisahkan.

A kemudian membuka mushaf Qur’an dan melanjutkan tilawahnya pada QS.Al-An’am. Betapa terkejut ia ketika tilawahnya sampai pada ayat 68-70.
“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).
“Orang-orang yang bertakwa tidak ada tanggung jawab sedikit pun atas (dosa-dosa) mereka; tetapi (berkewajiban) mengingatkan agar mereka (juga) bertakwa.
“Tinggalkanlah orang-orang yang menjadikan agamanya sebagai permainan dan senda gurau, dan mereka telah tertipu oleh kehidupan dunia. Peringatkanlah (mereka) dengan Al-Quran agar setiap orang tidak terjerumus ke dalam neraka, karena perbuatannya sendiri. Tidak ada baginya pelindung dan pembela (dari azab) selain Allah. Dan jika dia hendak menebus dengan segala macam tebusan apa pun, niscaya tidak akan diterima. Mereka itulah orang-orang yang dijerumuskan ke dalam neraka, disebabkan perbuatan mereka sendiri. Mereka mendapat minuman dari air yang mendidih dan azab yang pedih disebabkan kekafiran mereka dahulu.” 

Tiga ayat di atas benar-benar membuat hati A bergetar. Bagaimana bisa tepat? Soal status senda gurau dan nasehat. Sebelum ini, pada peristiwa-peristiwa tertentu, A kerapkali mencari petunjuk dengan cara membuka acak Quran. Namun, saat itu, yang dilakukannya hanya melanjutkan tilawah, bukan mencari-cari ayat tertentu. Dan ini membuat A berpikir bahwa ia telah DIBERI. Allah memberikan kasihsayang padanya bahkan walau ia belum meminta. Sungguh, ayat ini membuat hatinya lapang, insyaAllah ia telah melakukan tugasnya sebagai teman (mengingatkan) dan ia berharap temannya tak marah padanya.

Melalui WA, A menyampaikan pengalamannya di atas dan B menimpali, “Soal petunjuk, aku tadi buka acak Qur’an.” Lantas ia mengisahkan temuan ayatnya (dia lupa pada surat apa saja) tentang orang yang tak mensyukuri nikmat. Lalu ia acak lagi, dan menemukan ayat tentang Ibrahim yang salah menyangka bahwa bulan adalah Tuhannya.

“Aku kok nggak dapat hikmah dari ayat-ayat itu, ya? Aku takut masuk golongan orang yang nggak peka dengan petunjuk.”

Dan, dua-tiga menit berikutnya mereka isi dengan diskusi kecil, tentang bagaimana memiliki hati yang peka oleh petunjuk. B juga mengaku teramat menyesal atas status yang sudah dideletnya kemarin. Obrolan merekan ditutup dengan kata, “Sudah, ya,” oleh B dan itu membuat A merasa, temannya itu sedang benar-benar gundah.

Kegundahan itu ikut merambati hati A. Ia kembali membuka mushafnya, melanjutkan tilawahnya pada surat Al-An’am. Lagi-lagi ia terkejut. Ia melewati ayat ke-77; Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat".

Surat Al-An’am itu, dimulai ayat 74 sampai ayat 83 memang mengisahkan tentang cara Nabi Ibrahim as memimpin kaumnya menuju agama tauhid. Ayat-ayat di atas memuat tentang hidayah dan petunjuk. Terkhusus ayat ke-77 tentang bulan, ini ayat yang ditemukan secara acak oleh B dan membuat ia risau. Risau mengapa ia tak menemukan hikmah. Risau dengan hatinya, mengapa ia kehilangan kepekaannya akan petunjuk.

Dan A, ia pun risau.
Mengapa bisa paralel begini? Padahal ia dan B tinggal di kota yang jauh. Dan mereka tak merencanakan/janjian untuk saling membuka mushafnya. Lagipula, A hanya menyambung tilawah sementara B membuka acak mushafnya. Tapi, mengapa yang ke luar adalah ayat yang se-tema dengan status milik B, dan yang kedua bahkan ayat yang sama?

Hampir-hampir A diliputi GR. Merasa bahwa mereka punya ‘sambungan’ yang bagus. Merasa sefrekwensi. Ah, A cepat-cepat istighfar. Mohon ampun. Tidak, dia tak boleh GR. Bahwa apa yang sedang terjadi, adalah murni Kuasa Allah dan sudah tertakdir. Adapun tugasnya sekarang adalah membaca apa pesan yang dituliskan Allah lewat takdir ini.

Begitulah, A coba lebih banyak diam. Membaca pesan dari kata kunci GR dan petunjuk. Ah ya, A paham, dia tak boleh GR, dan ia harus mengikuti segala petunjuk yang telah ia dapatkan terkait pertemanannya dengan B. Ikuti petunjuk, dan tinggalkan sesuatu yang terasa berat (karena itu pasti nafsu).
***

Pada ujung hari ini saya berdoa untuk keduanya, semoga mudah menempuh jalan yang dikehendaki oleh Rabb mereka. Jalan cahaya, jalan hidayah, jalan cinta.

Kalian bisa, insyaAllah…


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.