Laman

Selasa, 17 April 2018

[Surat Ibu] Rahasia & Sebuah Pelukan


Bu, malam ini aku merenungi salah satu hikmah Ali Ibn Abi Thalib; “Jangan simpan rahasiamu kepada orang yang tak punya rahasia pada dirimu.”

Ibu, apakah maksudnya aku tak boleh berbagi rahasia dengan siapapun? Karena seharusnya, seseorang itu adalah Ibu? Hanya ibu?

Ah, sebenarnya, malam ini jisimku terlampau lelah dan kepalaku tak ingin lagi diajak bekerja. Tapi aku begitu ingin berbicara denganmu, menyampaikan rahasia-rahasia, atau mungkin sekadar menerima pelukan. Sebuah pelukan singkat yang akan mengangkat berkerat-kerat hasrat yang kutak tahu, adakah ia buah dari nafsu badani ataukah mutiara rohani.

Ibu, hasrat-hasrat itu memberatiku. Rahasia-rahasia itu membilah hatiku. 

Dalam sebuah perjumpaan dengan seorang teman lama, aku begitu terpukau manakala ia dengan khidmat mengisahkan tentang suatu masa ketika ia berbagi rahasia dengan ibunya (sebuah rahasia bukan main yang bahkan tak diketahui belahan jiwanya, kawan tidurnya) dan ibunya dengan sepenuh kasih memungut rahasia-rahasia itu. Membasuhnya dengan secawan jernih nasehat dan temanku (dengan mata berkilatan senang), mengatakan bahwa nasehat itu penyeka rahasia-rahasianya yang sewarna jelaga.

Aku tentu tak bisa berbagi rahasia denganmu di ruang ini, Ibu. Pun aku lebih dari paham, ruhmu masih terus mengawaniku dari sana. Kau mengerti semua rahasia-rahasiaku tanpa perlu kukatakan. Yang aku tak paham, bagaimanalah caraku untuk sekadar menggeletakkan kepalaku di pangkuanmu. Sekejab saja demi mendengar nasehat yang teruntai dari bibirmu.

Adakah itu mungkin di dalam mimpi, Ibu? Apa aku boleh berdoa kau beranjang malam nanti dalam tidurku? Kumohon datanglah dan hadiahkan pelukanmu yang hangat oleh derai nasehat. Leburkanlah rinduku yang teramat ini. 


Rumah karya, 170418. Malam yang direcoki jangkrik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.