Laman

Selasa, 12 November 2019

Jalan Sunyi


Ada berapa banyak orang yang sanggup menempuhi jalan sunyi?

Tak banyak.

Karena sungguh tak mudah, ketika orang-orang menebar kebaikan dari panggung yang gempita dan riuh dengan tepuk tangan bertahta puji-pujian, maka kau yang memilih jalan sunyi harus jauh dari gegap-gegap itu.

Tak mudah, ketika satu hal yang dilakukan orang-orang terpublikasi meriah, kau yang memilih jalan sunyi harus menyeka keringatmu sendiri yang menetes di sepanjang pengembaraan menarik beban gerobak berisi orang-orang kesakitan yang coba kau tegarkan atas nama janji-janji ilahi.


Tak mudah. Tidak ada yang mudah untuk sebuah keteguhan hati menjadi penyemai benih kebaikan di jalan sunyi. Tidak mudah bukan berarti berat. Hei, mengapa terasa berat jika kau percaya bahwa Dia yang akan menegakkan punggungmu dan menyingkirkan duri-duri di hadapanmu?

Ada berapa banyak jiwa yang teguh menumpuhi jalan sunyi?

Aku pernah berharap kau salah satunya.
Tapi jika itu berat, tak usah terlalu kau pikirkan harap-harapanku.

Hati yang tidak terikat pada dunia toh bukan tentang sejauh mana kau meninggalkan keramaian. Ingatkan kisah Ibnu Arabi yang pernah kubagi denganmu?

Seorang muridnya (yang telah menjadi guru) di sebuah desa pesisir, yang hasil tangkapan ikannya selalu habis dia bagikan untuk orang-orang kampung dan dia hanya menyisakan satu ekor kepala untuk direbus menjadi lauk makan malamnya. Dia, nelayan itu suatu ketika merasai kemandegan spiritual yang menggelisahkan.

Ketika seorang murid dari nelayan itu berkata akan mengunjungi kota di mana Ibnu Arabi berada, maka sang nelayan berpesan untuk menemui Sang Guru (Ibn Arabi) dan memintakan nasihat untuknya.

Murid dari nelayan pergi ke kota. Dia bertanya pada orang-orang di mana gerangan Ibn Arabi tinggal. Dan dia ditunjukkan sebuah rumah megah bak istana, di atas bukit, penuh dengan taman-taman dan kuda-kuda.
Bertemulah sang murid dengan Ibn Arabi. Dia kemukakan maksud kedatangannya. Meminta nasihat untuk gurunya.

“Sampaikan salam dan nasihatku untuknya, jangan terlalu terikat pada dunia.”

Sang murid pulang dengan hati gundah. Bagaimana mungkin, sang guru yang hidup sederhana menjauhkan diri dari dunia diberi nasihat yang serupa itu oleh Ibn Arabi yang bergelimang harta?

“Katakan apa nasihat guru untukku.” Pinta sang nelayan tak sabaran. Dengan berat hati sebab pesan harus tersampaikan, murid itu menyampaikan pesan dari Ibn Arabi. Alih-alih marah, sang nelayan memeluk erat muridnya sembari terisak.

“Benar, dia sungguh benar. Meskipun dia kaya, tapi kekayaan itu sama sekali tak ada di hatinya. Sama saja baginya ketika ada maupun tiada apa-apa. Sementara aku, meskipun aku hanya makan dengan kepala ikan, tapi aku selalu berpikir seandainya aku bisa makan dengan seekor ikan yang utuh.”
***

Kamu, yang aku pernah berharap kau sanggup menempuhi jalan sunyi, kau bebas memilih jalanmu sendiri. Hanya satu pesanku, tidak banyak orang yang hatinya teguh serupa Ibn Arabi. Bahkan sosok seberilmu Gus Baha saja pernah mengatakan, “Saya tidak sanggup sering-sering berdekatan dengan orang-orang yang memiliki kuasa dan dunia, karena hati manusia selalu cenderung untuk kepingin. Saya khawatir saya ikut-ikutan kepingin memiliki dunia jika berdekatan dengan mereka.”

Jalan apapun yang kau tempuh, semoga itu menuju amal-amal yang tersepuh keikhlasan terbaik milikmu.


Sudut sunyi, 121119


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.