Ada berapa banyak orang yang sanggup menempuhi jalan
sunyi?
Tak banyak.
Karena sungguh tak mudah, ketika orang-orang menebar
kebaikan dari panggung yang gempita dan riuh dengan tepuk tangan bertahta
puji-pujian, maka kau yang memilih jalan sunyi harus jauh dari gegap-gegap itu.
Tak mudah, ketika satu hal yang dilakukan orang-orang
terpublikasi meriah, kau yang memilih jalan sunyi
harus menyeka keringatmu sendiri yang menetes di sepanjang pengembaraan menarik
beban gerobak berisi orang-orang kesakitan yang coba kau tegarkan atas nama
janji-janji ilahi.
Tak mudah. Tidak ada yang mudah untuk sebuah keteguhan
hati menjadi penyemai benih kebaikan di jalan sunyi. Tidak mudah bukan berarti berat.
Hei, mengapa terasa berat jika kau percaya bahwa Dia yang akan menegakkan
punggungmu dan menyingkirkan duri-duri di hadapanmu?
Ada berapa banyak jiwa yang teguh menumpuhi jalan sunyi?
Aku pernah berharap kau salah satunya.
Tapi jika itu berat, tak usah terlalu kau pikirkan
harap-harapanku.
Hati yang tidak terikat pada dunia toh bukan tentang
sejauh mana kau meninggalkan keramaian. Ingatkan kisah Ibnu Arabi yang pernah
kubagi denganmu?
Seorang muridnya (yang telah menjadi guru) di sebuah
desa pesisir, yang hasil tangkapan ikannya selalu habis dia bagikan untuk
orang-orang kampung dan dia hanya menyisakan satu ekor kepala untuk direbus
menjadi lauk makan malamnya. Dia, nelayan itu suatu ketika merasai kemandegan
spiritual yang menggelisahkan.
Ketika seorang murid dari nelayan itu berkata akan
mengunjungi kota di mana Ibnu Arabi berada, maka sang nelayan berpesan untuk
menemui Sang Guru (Ibn Arabi) dan memintakan nasihat untuknya.
Murid dari nelayan pergi ke kota. Dia bertanya pada
orang-orang di mana gerangan Ibn Arabi tinggal. Dan dia ditunjukkan sebuah
rumah megah bak istana, di atas bukit, penuh dengan taman-taman dan kuda-kuda.
Bertemulah sang murid dengan Ibn Arabi. Dia kemukakan
maksud kedatangannya. Meminta nasihat untuk gurunya.
“Sampaikan salam dan nasihatku untuknya, jangan
terlalu terikat pada dunia.”
Sang murid pulang dengan hati gundah. Bagaimana
mungkin, sang guru yang hidup sederhana menjauhkan diri dari dunia diberi
nasihat yang serupa itu oleh Ibn Arabi yang bergelimang harta?
“Katakan apa nasihat guru untukku.” Pinta sang nelayan
tak sabaran. Dengan berat hati sebab pesan harus tersampaikan, murid itu
menyampaikan pesan dari Ibn Arabi. Alih-alih marah, sang nelayan memeluk erat
muridnya sembari terisak.
“Benar, dia sungguh benar. Meskipun dia kaya, tapi
kekayaan itu sama sekali tak ada di hatinya. Sama saja baginya ketika ada
maupun tiada apa-apa. Sementara aku, meskipun aku hanya makan dengan kepala
ikan, tapi aku selalu berpikir seandainya aku bisa makan dengan seekor ikan
yang utuh.”
***
Kamu, yang aku pernah berharap kau sanggup menempuhi
jalan sunyi, kau bebas memilih jalanmu sendiri. Hanya satu pesanku, tidak
banyak orang yang hatinya teguh serupa Ibn Arabi. Bahkan sosok seberilmu Gus
Baha saja pernah mengatakan, “Saya tidak sanggup sering-sering berdekatan
dengan orang-orang yang memiliki kuasa dan dunia, karena hati manusia selalu cenderung
untuk kepingin. Saya khawatir saya ikut-ikutan kepingin memiliki dunia jika
berdekatan dengan mereka.”
Jalan apapun yang kau tempuh, semoga itu menuju
amal-amal yang tersepuh keikhlasan terbaik milikmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.