Ceritanya mau bagi-bagi kajian, walau cuma intisarinya doang...
Di youtube,
kajian ini berjudul Memahami Surat Al-Fatiha, Ustadz Nouman Ali Khan. Sudah
agak lama judul ini tertangkap mata saya dan ingin membukanya. Tapi melihat
durasinya yang sampai tiga jam, saya selalu mengundurnya dan alhamdulillah
terlewati dua jam hari ini. Semoga ini ada manfaatnya. Dan semoga Allah melihat
bahwa hambaNya yang ini sedang berusaha menapaki jalan cintaNya.
Langsung saja kita
masuk pada dua arti kata ‘Hamd’ :
1. Berarti pujian.
2. Berarti terimakasih.
Dua hal ini berbeda,
karena kita bisa memuji sesuatu/seseorang tanpa perlu berterimakasih, begitupun
sebaliknya.
Alhamdulillah, sepaket antara pujian dan thanks to
Allah.
Alhamdulillah = segala PUJI (kata benda) bagi Allah.
Kata
benda bisa berdiri sendiri. Allah nggak perlu saya, nggak perlu kamu, nggak perlu siapapun untuk memujiNya karena Dia bisa berdiri sendiri. Mengucap Alhamdulillah
mestinya membuat kita rendah hati karena sejatinya Allah nggak butuh dengan
pujian kita.
Manusia
datang dan pergi, generasi berganti, dunia pun berubah, tapi pujian bagi Allah
akan tetap ada. Karena PUJI bukan kata kerja yang butuh subjek, bukan
pula kata perintah (pujilah Aku) yang meletakkan ‘bola’ pada subjek untuk
memuji/tidak, tetapi dia kata benda yang berdiri sendiri.
Allah memperkenalkan dirinya pada surat Al-Fatiha.
Dia
punya 99 nama, tapi kenapa al-fatiha tidak berbunyi alhamdulil rahim, alhamdulil
hakim, alhamdulil rahman dll, karena Allah mempermudah kita
mengucapkan satu kata Allah yang itu merangkum semua 99 namanya. Alhamdulillah,
kita berterimakasih atas segala semua yang tersebut dalam 99 namaNya. Baik kita
memikirkannya atau tidak. Allah memudahkan kita.
Rabbil
‘alamin
Rabb
memiliki banyak arti. Dalam bahasa arab dasar, Rabb berarti malik, mun’im,
murobi, wal sayid, qoyyim.
Malik=
owner= pemilik. Dan Kita ini propertinya Allah.
Murobi=
seseorang yang merawat sesuatu dan memastikan tumbuh.
Apakah
mungkin kita memiliki sesuatu tanpa merawatnya?
Rabb
itu berarti pemilik sekaligus perawat dan menjaga terus-menerus.
Intisari
Quran, terimalah Allah sebagai Rabb dan kita sebagai abd/hamba/budak.
Abd
(budak/hamba) adalah seseorang yang tak bisa membuat keputusannya sendiri.
Beda budak dan
karyawan: Karyawan dibatasi waktu selebihnya dia bebas. Sementara budak tidak.
Ketika tidur atau bekerja atau melakukan apapun, kapanpun, dimanapun dia tetap
budak. Budak melakukan sesuatu sesuai instruksi tuannya.
Sampai sini saya berpikir, mestinya
frasa Employee of Allah itu, kata employee diartikan hamba/budakNya
Allah bukan sebatas karyawanNya Allah. Walaupun maksudnya tetap mengarah kepada
hal yang sama, tapi kalau dipikir benar juga, karyawan itu punya jam kerja,
kalau budak kan tidak.
Atau mungkin, employee-nya
diganti dengan the servant/slave of Allah gitu, ya?
Yah, begitulah ^_^
Orang
banyak yang abai dengan al-fatiha, kita mengakui Allah sebagai pencipta tetapi
tidak sebagai Rabb. Karena kita tidak memposisikan diri sebaga hamba (budak).
‘alamin = dunianya manusia (manusia di segala
generasi dan bangsa, segala periode dari Adam sampai akhir).
Ar-Rahman
Ar-Rahim
Ustadz
Nouman Ali membuka bahasan rahman-rahim ini dengan menarik akar kata
keduanya, yakni Rahm (kira-kira menit ke 1.07…). Ini
adalah menit-menit yang membuat saya berdebar. Serentang tiga puluh empat tahun
setengah diberi usia, baru kali ini saya memahami dengan sangat baik arti nama
yang disematkan orangtua kepada saya. Dan bahwa saya mengetahuinya dari Ustaz
Nouman Ali, lebih-lebih ini menyangkut dua nama Allah, rasanya hati benar-benar
terpilin.
Rahm memiliki
arti utama love (cinta), lalu concern (peduli), dan yang terakhir mercy
(belaskasih).
Out
of topic, tiga kata di
atas benar-benar tak hanya menarik simpul arti sebuah nama (Dwi Asih Rahmawati),
tapi saya jadi melongok jauh tentang apa cita-cita, tujuan dan ambisi terbesar
dalam hidup saya. Bahwa saya terobsesi dengan keluarga yang penuh cinta dan kasih
sayang –sakinahmawaddahwarahmah-, pun terobsesi untuk selalu bisa membantu sesama dan bermanfaat, juga terobsesi dengan persahabatan yang tulus, dan segala hal-hal yang semacam itu. Saya jadi berpikir, walau ini tidak ilmiah, bahwa ternyata
nama dapat menjadi panduan tak kasat mata bagi penyandangnya untuk berjalan
seperti apa yang termakna di dalamnya.
Yah, mungkin begitulah.
Mari
lanjutkan.
Sekarang,
apa bedanya rahman and rahim?
Ar-Rahman punya 3
sifat:
1.Ekstrim
dan melebihi ekspektasi (Allah tak hanya mencintai tapi mencintai lebih dari
ekspektasimu). Seberapapun kamu mengira cintanya Allah padamu, Allah
mencintaimu lebih ekstrim dari perkiraanmu.
2.
Terjadi secara langsung (sekarang, tidak harus kamu minta terlebih
dahulu).
3.
Temporary/bersifat sementara. Dalam bahasa arab, kata yg ditambahkan –an-
bersifat ektrim tapi tidak permanen. Bersifat sementara karena ada sesuatu yang
menyingkirkannya. Apabila kamu melakukan sesuatu yang buruk secara
terus-menerus, maka rahman itu akan tersingkir.
Sifat Ar-Rahim:
1.
Permanen.
2. Not necessary right now (tak harus sekarang). Misal; ibuku
penyayang. Itu sifat yang permanen, tapi apakah saat ini beliau sedang marah
(kurang sayangnya)/tidak, itu hal lain.
Tak
ada yang lebih baik tentang cinta dan kasih sayang kecuali Ar-rahman ar-rahiim.
Kenapa Allah
tempatkan Ar-rahman terlebih dahulu ketimbang Ar-rahiim?
Karena Allah ngerti
budak-budakNya ini, bila (misalnya) sedang ada masalah, selalu menginginkan
masalah itu tuntas sekarang. Budak-budak perlu DICINTAI saat ini. Dan apabila
kebutuhan saat ini/hari ini terpenuhi, budak-budak mulai memikirkan masa depan.
Maka hadirlah Ar-rahiim yang permanen di belakangnya.
Ibnu
Abbas ra mengatakan; Ar-rahman untuk kehidupan dunia dan Ar-rahiim untuk kehidupan
akhirat. Ia melihat bahwa dunia ini sementara (temporer) dan akhirat selamanya
(permanen).
Pada
menit kira-kira ke 1.23… , saya sungguh merasa dijewer.
Ketika
Allah hanya memiliki Ar-rahman dan ar-ahiim, maka banyak budak yang memanfaatkan
itu untuk melampaui batas (ngelunjak). Karenanya Dia hadirkan Malikiyaumiddin.
Jangan pernah berpikir kita aman ketika melewati batas karena Allah itu rahman dan rahim.
Sebab Dia akan tetap berlaku adil terhadap budak yang terus berbuat salah kepadaNya.
Ustadz
ngasi kisah, seorang Tuan mengatakan pada budaknya, “Kamu bebas ya aktivitas
apapun, terserah, selama kamu berada di dalam garis yang kubuat ini.” Si budak
manut. Si Tuan pergi ke luar, duduk di teras.
Suatu
ketika, tanpa sengaja si budak berjalan mendekati garis, pas di dekat garis, ia
terjatuh melewati garis. Budak ini takut. Dia melongok-longok ke teras,
memastikan tuannya tak melihat. Tapi tuannya melihat. Karena tak sengaja,
tuannya hanya tersenyum saja. Lantas si budak berdiri, mengibas-ngibaskan kotoran
di badannya dan aman.
Esoknya
si budak mendekati garis lagi, ia melongok tuannya di teras. Dia ingin mencoba
menginjak garis. Diinjaknya, ah, tuan aman. Besoknya dia coba melangkah ke luar
garis, sambil melongok tuannya, ah, aman lagi. Esoknya lagi dia telah terbiasa
berjalan ke luar garis, merasa tetap aman. Hingga pada suatu ketika sang tuan
memanggil dengan sebuah buku catatan, “Budakku, sini-sini. Memang selama ini
aku diam, tapi aku mencatat berapa kali kamu melewati batas.”
“Habislah
saya!”
Ya,
habislah saya apabila kelak nasib saya seperti budak yang akhirnya terpaksa
harus diadili seperti di atas. Saya sempat agak lama pause video pada
bagian ini dan merenungi seberapa sering saya melompati batas. Bila tidak
mengingat bahwa saya masih bisa bertaubat dan rahmat Allah seluas langit bumi,
saya rasa-rasa nggak sanggup melanjutkan video. *semoga bukan taubat receh.
Next.
Tiga
ayat pertama al-fatiha adalah bagian yang paling komplit tentang siapa Allah di
dalam Quran. Jika kita sudah menerima tiga ayat di atas, maka dengan rela hati
kita akan berkata iyyakana’buduwa iyyakanastain.
Allah
nggak pernah memaksa kita jadi hamba/budakNya. Tetapi dengan pemahaman bahwa
Allah itu Tuan yang mencipta kita dan selalu merawat tanpa henti, Dia juga memiliki
cinta yang ekstrim dll, kita diberi pilihan untuk datang menghamba kepada Allah.
Mau atau tidak, terserah.
Allah sudah mencintai setiap orang bahkan sebelum kita memilih mau berserah
atau tidak.
Nastai’n (istiana) = bantuan yang spesifik.
Misal;
suatu ketika kamu sedang berkendara dan banmu kempes di pinggir jalan. Kamu
ambil ban serep sendiri, dongkrak sendiri dan ngos-ngosan tak sanggup. Lantas ada
orang lewat dan kamu minta tolong, ditolongin, ini namanya istiana.
Orang
pemalas tidak akan bisa meminta bantuan sejenis istiana, karena bantuan
sejenis istiana ini hanya diberikan pada orang yang telah berusaha terlebih
dahulu. Jadi, kalau kita bilang iyyakana’buduwa
iyyakanatain, dalam artian bebas kira-kir akan seperti ini; “Ya Allah, hamba
sedang mencoba. Pun sudah hamba coba sejak kemarin-dan kemarinnya lagi dan
Engkau melihatnya. Sekarang hamba butuh bantuanMu, butuh pertolonganMu…”
Sampai
di sini, yang nulis ini nangis, karena lagi nggak shalat dan jadi pingin shalat.
Bayangkan
betapa bertenaganya shalat kita bahkan walau baru membaca alfatiha. Terkhusus pada
iyyakana’buduwaiyya ka-nasta’in hati akan senantiasa melirih;
"Allah,
hamba sudah berusaha, sungguh-sungguh telah berusaha dan Engkau melihatnya,
hamba nggak sanggup ya Allah. Hamba nggak sanggup melewati ini tanpa
pertolonganMu…"
Kajiannya
masih satu jam lagi, tapi saya nggak sanggup, jadi kita sambung besok lagi ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.