Laman

Jumat, 15 November 2019

Perjalanan Menuju Kamu


Ketika dia membuka kembali pintunya untukmu, itu adalah hari ketika ia merasai, bagaimana jika ia sedang ingin berkunjung namun semua pintu tertutup juga tergembok.

“Kau egois. Kau sangat egois. Kau memang egois.” Tuduhan menyakitkan itu dia terima dari seorang teman yang mereka selalu berbagi kepercayaan.

“Kau mengatakan dia ada tapi kau mengeluarkannya dengan paksa.” Cecarnya lagi.

“Tidak. Maksudku tidak begitu,” dia berkilah gugup.


“Tidak begitu tapi kenyataannya begitu. Oh asal kau tahu ya, dia yang kamu usir itu merasakan itu.”

Dia mengira kalimat-kalimat itu hanya keluar dari bibir yang akan cepat hilang disapu angin. Ternyata dia salah. Sungguh salah. Kalimat-kalimat pedih itu keluar dari kedalaman hati yang perih sebab dipaksa ke luar oleh seseorang yang mereka telah berbagi cerita sekian lama. Persis, serupa dia dan kamu. 

“Aku tidak pernah menyadari, hingga suatu hari aku berniat mengunjunginya dan ternyata semua jalanku telah dia tutup. SEMUA.”

Oh, dia terhempas oleh kenyataan itu. Dia bisa merasakan saat itu, bahwa mungkin begitulah kau. Begitulah kesedihanmu akibat jalan-jalan yang dia tutup.

“Aku hanya ingin memiliki teman bicara. Sejak dulu aku berharap memiliki seorang kakak. Aku mendapat itu darinya tapi dia pergi begitu saja. Uh, padahal dia yang berulang-ulang kali mengatakan takut aku melupakannya, takut aku meninggalkannya.”

Dia terjerembab. Kalimat itu tak hanya menusuk, namun juga begitu tepat menghukumnya. Bahwa dialah yang selalu berulang-ulang mengatakan takut kau tinggalkan.

“Betapa, orang yang takut dilupakan justru melupakan terlebih dahulu. Orang yang takut ditinggal malah meninggalkan terlebih dahulu.”

Dia sempurna kalah. Ya, kesakitan temannya itu meremas-remas jantungnya. Dia tak ingin menjadi tokoh yang menyakiti, membuat kecewa dan membuat sedih kamu.

Maka dia memutar anak kunci, membuka pintunya untukmu. Kau bisa datang kapanpun kau ingin. Kau bisa berbicara apapun. Dan dia, dia akan mencoba tabah. Bahwa tidak ada apapun di depan sana, kecuali hati yang menjaga untuk tak saling menyakiti.

Pada hal yang lebih inti, dia belajar tabah untuk melepasmu. Membuka berarti membiarkanmu masuk. Dan jika kau masuk, kapanpun kau bisa pergi. Dia merawat hatinya agar adamu, pergimu, menjadi hal yang lumrah.

Terdengar mudah.

Dia sungguh berharap Tuhan yang menggenggam jiwanya juga jiwamu memudahkan kehidupannya.  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.