Laman

Minggu, 24 Maret 2019

Pamit


“Tumben pamit?”

“Kan udah dibilang biar nggak nyariin.”

“Siapa bilang aku bakal nyariin?”

Kau melotot, merapatkan gigi, “Oh ok, awas ya.”

Dia tak tahan menahan tawa, terbahak. Dan kau semakin merengut.

“Dih gitu aja cemberut.”

Kau membuang muka.

Dia berbisik, “Makasih.”

“Apaan?” Masih menatap ke sembarang arah.

“Makasih kamu sudah pamit.”

“Kamu nggak bakal keilangan. Kenapa makasih?”

“Udah jangan ngambek. Kayak anak SMP.”

“Habisnya ngeselin.”

“Iya maaf. Makasih ya. Aku seneng kamu pamit.”

“Kenapa seneng?”

“Eh. Mesti dijawab ya?”

Kau mendesah, kembali membuang arah.

“Oke, kenapa aku seneng dipamitin sama kamu. Itu karena kuanggap kau sadar dengan keberadaanku. Bayangin ada berapa juta pasang sahabat yang masing-masingnya tidak sadar keberadaan mereka. Bahkan pasangan suami-istri pun. Tapi kau melakukan itu. Betapa kau sadar bahwa sebagai temanmu, aku khawatir jika kau tiba-tiba menghilang.”

Kau terkekeh, “Aku nggak akan bunuh diri. Sampai kapanpun. Aku kan bukan Kurt Cobain.”

“Ya jangan bunuh dirilah. Ntar nggak ketemu di surga kita.”

“Ya kan dirimu tahu reputasiku. Gimana kadang kalau aku lagi gloomy.”

Dia menelan ludah, tatapannya berkilat sesaat. Sesaat kemudian matanya tertawa saat mulutnya terbuka, “Tapi aku juga tahu kau orang yang tangguh. Aku percaya kau kuat.”

Kau memandanginya, lama. Ada senyum tulus di bibirnya. Matamu merebak, dan dia latah. Empat alir sungai tercipta, di dua belah pipi kalian; teman yang saling bersetia dalam diam.

240319
tetaplah bersabar hingga sayapku kuat ya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.