Dahulu saya berpikir, selawat yang dilantukan para
muslimin hanya berfungsi untuk meraih syafaat dari Baginda Nabi Muhammad Saw.
Jika hanya demikian, apakah tak cukup istigfar dan tahlil yang dipanjatkan
langsung kepada Allah? Bukankah sudah sangat manjur memohon langsung pada
Allah, yang tiada zat apapun lagi yang lebih kuasa dari Dia untuk menolong kita?
Apa yang saya pikirkan ini membuat saya sangat sedikit
berselawat. Saya menganggap istigfar dan kalimat-kalimat thayyibah
(tahlil, tahmid, tasbih) yang tertuju kepada Allah sudah sangat cukup, tak
terlalu pentinglah wasilah (perantara) selawat itu.
Namun, sebuah peristiwa kecil menyadarkan saya. Sebuah
peristiwa ‘jatuh cinta’ yang memberikan pemahaman mendalam tentang makna selawat.
Saya diam-diam mengagumi sesosok yang banyak kebaikan ada padanya. Saya begitu senang bila seseorang menyebut namanya. Hati saya berdesir bila ada seseorang melafalkan namanya. Saya pun gembira manakala memperbincangkannya, tak ingin sudah, tak pernah bosan. Saya bahagia bahkan ketika baru membayangkan hidup dekat dengannya.
Cinta.
Ya, cinta adalah hakikat selawat.
Allah sendiri yang menyebut bahwa Muhammad Saw adalah
kekasihNya. Allah sangat-sangat mencintai Muhammad. Dan sebagaimana saya selalu
gembira jika ada yang menyebut-nyebut nama orang yang saya kagumi dan cintai, maka
demikian juga Dia. Allah senang, suka, gembira jika hamba-hambaNya
menyebut-nyebut kekasihNya (berselawat).
Perhatikanlah, apakah ada ibadah yang Allah
perintahkan untuk dilakukan umatNya tapi Dia juga melakukannya?
Allah perintahkan salat, puasa, zakat, dll tapi Allah
tak lakukan itu. Namun, ketika Allah perintahkan selawat atas Muhammad Saw, Dia
pun melakukannya. Allah pun berselawat atas kekasihNya. Saking Dia cintanya.
Saking Dia menyayangi Muhammad. Sama, sebab saya terlalu cinta dengan sosok
penuh kebaikan itu, saya pun ingin selalu merafal namanya, saya pun senang
mendengar orang lain menyebut namanya.
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya
bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk
Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” QS.Al-Ahzab: 56
Aduhai
manis sekali informasi dari ayat di atas. Allah berselawat
terlebih dahulu barulah memerintahkan kita untuk melakukannya. Seolah-olah Dia
mengatakan, “Gaes, Aku lho dengan senang hati selawat, masa kamu enggak?”
Saya tertunduk pada suatu hari yang lengang,
menekur-nekuri betapa Allah sangat berbaik hari kepada saya. Saya yang bodoh
dan fakir ilmu ini perlu diajarkan tentang keutamaan selawat melalui sesosok yang
memiliki banyak kebaikan agar saya jatuh cinta kepadanya dan pada akhirnya dapat merasakan keagungan cinta Allah pada kekasihNya.
KH.Bakhiet, pemilik pesantren Bustanul Muhibbin,
Kalimantan Selatan mengatakan dalam satu sesi ceramahnya, “Ibadah-ibadah yang
kita lakukan belum tentu diterima oleh Allah. Istigfar kita, jika tanpa
keikhlasan, tidak akan diterima. Demikian juga ibadah-ibadah lainnya. Tapi
selawat, meskipun tanpa diiringi keikhlasan, Allah tetap akan menerimanya.
Selawat adalah ibadah yang tak pernah tertolak.”
Allahumma shalli ala Muhammad wa’ala ali Muhammad.
Bulu-bulu kuduk saya meremang ketika menyadari hal
ini. Betapa dahsyatnya kekuatan cinta itu. Cinta. Ya, cinta.
Saya membayangkan sebuah adegan, ketika bos di
kantormu sedang marah, maka cepat-cepatlah kau sebut nama seseorang yang
dicintainya. Niscaya kemarahannya sirna seketika. Begitupun Allah,
semarah-marahnya Dia pada kita yang kerap membangkang, namun apabila kita sebut
kekasihNya Muhammad Saw, maka Dia akan tersenyum. Sekonyong-konyong membuka tangan
pada kita dan menerima selawat kita.
Oh betapa indahnya. Betapa romantisnya Allah.
Allahumma shalli ala Muhammad wa’ala ali Muhammad.
Saya juga membayangkan sebuah adegan, ketika banyak
teman kantormu sulit berurusan dengan bos, pekerjaan selalu di-hold,
maka ketika kau menyebut nama kekasih hatinya, sangat mungkin kau akan
dibukakan pintu dan urusanmu lekas beres. Hal ini persis ketika kita berdoa
tanpa diiringi selawat pada awal dan akhirnya, maka doa-doa kita akan tertahan
di pintu-pintu langit. Tapi ketika kita memulai doa dengan membisikkan nama
kekasihNya, mengakhirinya dengan kembali menyebut nama kekasihNya, maka selawat
itu akan menjadi sayap yang menerbangkan doamu tinggi. Dia yang gembira akan
meminta para malaikat membuka pintu-pintu langit agar doamu cepat sampai.
Cinta. Ialah sebuah kekuatan cinta dari yang Maha
Cinta.
Benarlah bahwa kita memerlukan syafaat Baginda Nabi
sang manusia utama itu dengan amalan selawat. Namun lebih tinggi dari itu, kita
butuh kepada kasih sayang dan rahmat Allah. Selawat itu adalah ‘bujuk’ dan
‘rayu’ agar rahmat dan pertolonganNya datang kepada kita. Kita merayuNya dengan
menyanjung-nyanjung kekasihNya. Bahkan, jika kita sekali berselawat, Dia akan membalasnya
sepuluh kali.
Imam Nawawi mengatakan, maksud balasan sepuluh kali
ialah berupa rahmat Allah yang dilipatgandakan.
“Barangsiapa yang
bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” HR. Muslim.
Betapa, inilah kisah romansa yang tak lekang sepanjang
usia semesta hingga akhirnya kelak langit dihancurkan dan bintang gemintang
jatuh berserakan. Kisah cinta abadi itu ialah kisah cinta antara Allah dan
kekasihNya.
Allahumma shalli ala Muhammad wa’ala ali Muhammad.
Mendadak merasa penuh cinta, terimakasih untukmu,
171119
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.