Laman

Kamis, 25 Januari 2018

Nashir & Nasta'in

Saat hamil anak ketiga dan tahu jenis kelaminnya laki-laki melalui USG, saya cermat mencari nama. Anak pertama bulat-bulat diberi nama oleh ayahnya. Nama anak kedua hasil rembug keroyokan (ayah-mama-mbah). Nah anak yang ketiga, pokoknya sayalah yang akan memilihkan namanya, bulat-bulat.

Lama merancang nama, saat hamil tua bulan Desember 2013 kami pindah dari Batam ke Medan. Awal Januari 2014 lahir si Thole. Saat bersiap menyematkan namanya, tiba-tiba kakek si Thole alias bapak mertua memberi instruksi; “Bawa ke guru ngaji bapak, biar dikasi nama sama guru bapak.”

Tamatlah riwayat nama yang sudah dirancang berbulan-bulan. Maklum, kakeknya Thole ini mantan bos, pantang dibantah apa yang sudah keluar dari bibirnya. Ya sudah terserah. Saya protes juga percuma. TERSERAH. *Sambil ngambek dua-tiga pekan.

Sulthan Nashir. Jadilah ini nama yang diberi guru ngaji si kakek. Diambil dari surat Al-Israa, akhir ayat ke-delapan puluh; …sulthonan nashiiro yang arti tekstualnya kekuasaan yang menolong. Sementara secara bebas, sulthan nashir diartikan sebagai penguasa (pemimpin) yang senantiasa memberi pertolongan.

Saya masih belum sepenuhnya lapang menerima nama anak ketiga ini hingga berpuluh-puluh purnama kemudian, saya menonton kajian Ustadz Nouman Ali Khan (lupa judulnya) yang menyinggung soal makna nashir.

Bahwa nashir (nasrh) itu adalah salah satu jenis pertolongan Allah (ada banyak jenis pertolongan Allah). Nashr itu jenis pertolongan yang sangat massif/besar-besaran/menyeluruh. Seperti misalnya sebuah Negara sedang mendapat serangan dari musuh, maka Negara yang diserang itu mendapat bantuan yang sangat masif untuk melawan musuh, misalnya sekian juta tentara dll.

Ketika mendengar ceramah inilah saya baru benar-benar merasa lapang. O, mungkin Allah izinkan anak ketiga ini bernama Sulthan Nashir sebab barangkali kelak takdirnya akan menjadi pemimpin yang senantiasa memberi pertolongan dengan masif/besar-besaran/menyeluruh kepada rakyatnya.

Apalagi ketika membuka surat An-Nashr (pertolongan); idza jaa anashrullahi walfath (apabila telah datang dukungan/pertolongan Allah dan kemenangan). Sudah, meleleh seketika hati yang dulu keras untuk menolak nama sebaik ini. 
Baiklah, saya terima. Saya terima dengan sukacita pada akhirnya.
^^^

Tadi saat mengaji nasta’in pada surat Al-Fatiha, disebut oleh Ustadz Nouman Ali bahwa nasta’in (istiana) itu bentuk pertolongan Allah yang sifatnya spesifik. Kita harus berupaya terlebih dahulu agar Allah menurunkan istiana (pertolongan yang spesifik) ini.

Nabi Ibrahim harus berupaya dulu masuk ke dalam api untuk kemudian Allah mendinginkan api itu. Nabi Musa harus mau berpayah-payah ‘melawan’ Firaun baru Allah menurunkan istiana menenggelamkan mereka. Dan kita harus berupaya semaksimal yang kita bisa agar Allah memberikan istiana pada kita. *backsound-nya, tobat Wik, tobat. Errrg J

Dan hebatnya, ketika kita shalat dan membaca iyyakana’budu waiyyaka nasta’in, dan tak mungkin kita mengingat satu demi satu masalah sebab saking banyaknya masalah (agama, RT, finasial, dll), maka Allah membuatnya itu sudah satu paket. Nasta’in, berarti apapun masalahmu, asal kamu sudah berupaya, Allah akan menolongmu.

Soal nasta’in ini, saya jadi ingat kajian Ustadz Adi Hidayat, kata beliau, mestinya, orang kalau sudah shalat itu kelar apapun masalah hidupnya. Sebab berdirinya, duduknya dan sujudnya orang shalat itu berisi permohontolongan kita kepada Allah. Lha kalau kita shalat tapi hati masih sempit aja, kepala masih ruwet aja, utang banyak aja, ya coba shalatnya dikoreksi.

Nah yang terakhir, ini saya banget, koreksi shalat, Mboke :) 

          Trus ini intinya apa?

Nggak ada, hanya ‘curhat’ plus-plus saja. Plus dibaca orang suatu hari nanti, plus menginspirasi orang suatu saat nanti, plus ada yang tersentuh hatinya dan berubah jadi lebih baik satu masa nanti. Tugas saya cuma ‘curhat’ doang. Allah sudah kasi Qur’an dan Allah butuh Nabi-nabi hingga komponen paling kecil kita-kita ini untuk menyebarkan Qur’an ini.

Sifat Qur'an ini serupa hujan. Dia menyejukkan, menghidupkan, menyuburkan, membuahkan. Bedanya, hujan tak perlu perantara (dari Allah langsung menyebar) sementara Qur'an pada masa sekarang ini butuh kita-kita sebagai agenNya.

Semoga lain kali saya bisa bagi kajian tentang sifat-sifat pertolongan Allah yang lain selain yang sudah tersebut dua di atas (Nashr dan Nasta’in).


Alhamdulillah… *berasa ustadzah turun mimbar hehe
astagfirullahaladziim :) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.