“Tumben pamit?”
“Kan udah dibilang biar nggak nyariin.”
“Siapa bilang aku bakal nyariin?”
Kau melotot, merapatkan gigi, “Oh ok, awas ya.”
Dia tak tahan menahan tawa, terbahak. Dan kau semakin
merengut.
“Dih gitu aja cemberut.”
Kau membuang muka.
Dia berbisik, “Makasih.”
“Apaan?” Masih menatap ke sembarang arah.
“Makasih kamu sudah pamit.”
“Kamu nggak bakal keilangan. Kenapa makasih?”
“Udah jangan ngambek. Kayak anak SMP.”
“Habisnya ngeselin.”
“Iya maaf. Makasih ya. Aku seneng kamu pamit.”
“Kenapa seneng?”
“Eh. Mesti dijawab ya?”
Kau mendesah, kembali membuang arah.
“Oke, kenapa aku seneng dipamitin sama kamu. Itu
karena kuanggap kau sadar dengan keberadaanku. Bayangin ada berapa juta pasang
sahabat yang masing-masingnya tidak sadar keberadaan mereka. Bahkan pasangan
suami-istri pun. Tapi kau melakukan itu. Betapa kau sadar bahwa sebagai
temanmu, aku khawatir jika kau tiba-tiba menghilang.”
Kau terkekeh, “Aku nggak akan bunuh diri. Sampai kapanpun.
Aku kan bukan Kurt Cobain.”
“Ya jangan bunuh dirilah. Ntar nggak ketemu di surga kita.”
“Ya kan dirimu tahu reputasiku. Gimana kadang kalau
aku lagi gloomy.”
Dia menelan ludah, tatapannya berkilat sesaat. Sesaat kemudian matanya tertawa saat mulutnya terbuka, “Tapi aku juga tahu kau orang yang tangguh. Aku percaya
kau kuat.”
Kau memandanginya, lama. Ada senyum tulus di bibirnya.
Matamu merebak, dan dia latah. Empat alir sungai tercipta, di dua belah pipi
kalian; teman yang saling bersetia dalam diam.
240319
tetaplah bersabar hingga sayapku kuat ya...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.