Tulisan ini sebagai bahan sharing penulisan di grup alumni menulis Maslamah Foundation tanggal 9 Juni 2021.
***
Ketika saya mulai menuliskan ini, dunia maya sedang gaduh oleh sebuah kasus murahan yang dilakukan oleh seorang penulis senior tanah air (ASL) VS media JP. Dan, kasus itu, mengingatkan saya kepada bahasan Kreativitas Memiliki Musim di dalam buku Keep Going karya Austin Kleon.
Ihwal topik-topik yang teman-teman
usulkan untuk didiskusikan –tentang ide, karakter, latar, menjaga mood-
kesemuanya telah banyak diulas dan dibagikan penulis-penulis kawakan di
internet. Adapun versi saya, insyaAllah kita bincangkan nanti. Sebagai pembuka,
izinkan saya terlebih dahulu untuk mengisahkan sebuah pengalaman yang jauh dari
hebat, tetapi menyenangkan untuk dikenang dan akan terus dilestarikan J
Perjalanan Panjang yang Menyenangkan
Pada zaman
yang hampir semua orang terobsesi dengan kecepatan dan angka-angka (jumlah follower
dan like di sosial media), pertama kali saya merasa perlu menceritakan
ini. Pengalaman panjang yang belum tentu hebat, tetapi terasa sangat
menyenangkan.
Tahun 1996 ketika duduk di bangku
kelas 2 SMP, untuk pertama kali saya dijebloskan ke dalam rimba belantara dunia
penulisan. Saya dipaksa Bapak untuk mengikuti lomba mengarang dalam rangka Hari
Pangan Sedunia yang diadakan oleh Departemen Pertanian. Benar-benar dipaksa
sebab saya sama sekali tidak paham bagaimana caranya membuat sebuah karangan.
Dahulu itu, menulis diary pun rasanya belum pernah saya lakukan. Air mata saya tidak laku. Bapak tetap ngotot memaksa,
memberi setumpuk majalah sebagai bahan, mengarahkan tema dan membantu menyusun
regangan (outline).
Eh, rupanya
ada takdir baik. Karangan itu menang. Presiden memberikan hadiah di Ibukota, ditambah
lagi diajak jalan-jalan ke Roma bertepatan dengan KTT Pangan Sedunia yang
diadakan di sana.
Setelah
lomba mengarang itu, saya mulai iseng-iseng mengirim tulisan ke majalah pelajar
di Yogyakarta. Setiap kali sekolah selesai melakukan kegiatan, saya menuliskan
laporan kegiatan dan mengirimkannya. Untuk sekali pemuatan, majalah memberi honor
Rp.7 ribu. Dulu, semangkuk bakso masih seharga 700 perak J
Merayap naik, saya coba-coba kirim ke
media nasional Sabili (yang tahu majalah ini, kita satu zaman hehe). Honor di
Sabili untuk satu tulisan pendek semacam laporan kegiatan itu adalah Rp 25
ribu. Ketika SMA, merayap lagi mengirim cerpen ke majalah Annida dan menjadi
Orang Kaya Baru yang norak sebab honornya Rp.100 ribu. Fyi, mendapat
honor seratus ribu sekarang ini sangat-sangatlah butuh perjuangan yang tidak
terperikan. J
Aktivitas
mengirim tulisan ke media berhenti ketika saya kuliah. Selain rempong tugas
kuliah, urusan organisasi ke sana-ke mari, juga ihwal hati yang aduhai rumit
sekali. Masa kuliah itu untung-untungnya saya masih ‘dikekang’ oleh satu
majalah milik organisasi ekstra kampus dan majalah milik persyarikatan
Muhammadiyah untuk menjadi reporter.
Memasuki dunia
rumah tangga yang kompleks, saya mulai menulis di platform Multiply sebagai
upaya menjaga kewarasan. Juga saya ikuti milis Asma Nadia dan buku antologi
pertama saya lahir pada tahun 2007. Barulah pada tahun 2009/2010 saya bertemu
dengan Mbak Aida Maslamah di grup BAW (Be a Writer). Zaman itu Mbak Aida
sudah sangat berjaya dan saya masih suka ndlongop (semacam menganga)
saja, takjub oleh kecepatan teman-teman dalam berkarya.
Tahun 2015
saya memutuskan untuk belajar menulis secara serius. Saya masuk grup penulisan
berbayar dan mulai menarget majalah Nasional seperti Femina. Alhamdulillah
sejak saat itu, satu persatu cerpen muncul di media cetak dan elektronik. Saya
pun mulai ikut lomba menulis dan sekali-kali menang. Yang paling berkesan, bisa
menjadi jawara di sayembara Cerber Femina 2017.
Novel pertama saya terbit tahun 2018.
Tahun 2020 novel kedua menjadi salah satu yang lolos tahap pertama di event Gramedia
Writing Project. Tahun lalu juga, novel anak saya meraih juara 3 pada
Kompetisi Menulis Indiva dan sedang proses terbit sekarang. Dan di antara tahun
2017-2019 itu, saya sangat bersyukur diberi kesempatan menulis buku untuk amal.
Beberapa waktu belakangan ini,
terkadang saya menerima project menulis dari satu lembaga, juga project
mengkonversi Karya Tulis Ilmiah (skripsi, tesis) menjadi buku. Pun saya pernah
diminta menulis puisi untuk buku doa 40 dan 100 hari kematian ayah dari teman
saya. Saya pikir, agaknya bisa juga buka jasa menulis puisi untuk buku doa J
Sekarang, bertepatan dengan domisili
saya di sebuah Pondok Pesantren di pelosok Kab.Simalungun, saya menemani
santriwati yang mengaku senang menulis untuk belajar menulis. Dan
Alhamdulillah, awal April lalu, Allah berkenan menerbangkan saya ke Jakarta
untuk mendampingi santri yang meraih 10 besar lomba menulis yang diadakan oleh Kemenkominfo.
Tidak terbayangkan, saya dulu remaja didampingi Bapak ke Jakarta lantaran
menang menulis, setelah menjadi IRT sekarang ini, gantian saya yang mendampingi
‘anak didik’ terbang ke Jakarta juga lantaran menang lomba menulis. J
Keep Going
Kata Austin Kleon, “Kehidupan
adalah sebuah seni, bukan ilmu sains. Jarak tempuh kalian mungkin bervariasi.
Ambil yang kamu butuhkan dan tinggalkan selebihnya.”
Sekarang, kebanyakan orang ingin
menjadi penulis. Ketika media cetak tumbang satu persatu, muncul ‘seribu’ platform
menulis online. Menulis dan mempublikasikan karya tidak serumit dulu.
Pun tak perlu melewati garang-garangnya editor. Asal tulisanmu senapas dengan
selera pasar, kau berpotensi meraup cuan.
Jika tetap ingin eksis, mau tak mau,
saya harus pula masuk ke dunia itu. Sayangnya, saya tak bisa. Jiwa saya tak
cocok -setidaknya hingga detik saya menuliskan ini- untuk mengikuti ritme platform
online yang serba kilat tak lagi menyisakan ruang untuk
perenungan-perenungan. Sementara di media cetak yang tersisa, penulis muda
bertarung sengit dengan sastrawan-sastrawan yang jika redaktur membaca nama
mereka, cepat saja naskah mereka ditempel cap acc.
Kalian, sudah memutuskan untuk
menenggelamkan diri di mana? Adakah masih tersesat? Apapun yang kalian pilih,
jika menulis adalah hal yang sudah menjadi kecintaan, lakukan saja sebisa-bisa
langkah kalian berjalan. Jarak tiap orang berbeda, fokus saja pada jalan yang
sudah ditempuh. Sekali waktu kita mungkin tergiur menginjak rumput hijau
tetangga, bersabarlah. Jangan ambil jalan pintas apalagi culas hanya demi like,
kemenangan juga cuan. Jadilah penulis tangguh dengan mental juang sejati. Tak
berhenti meski berkali-kali naskahmu ditolak penerbit dan angka royalty yang
seringkali membuat gigit jari.
Lihatlah pengalaman saya sekali
lagi. Pergerakan saya sangat lambat, saya tak selalu berhasil dan saya tak
selalu produktif. Tetapi tahun-tahun yang panjang itu terus saya rajut dengan
butir-butir aksara meski hanya perlahan-lahan. Hingga kelak saya bayangkan, ketika rambut
telah putih rata, saya masih tetap menulis apa saja. Kacamata yang melorot,
sesekali terbatuk, sakit pinggang. Rasanya indah sekali.
Jika saat ini teman-teman saya sudah
merayakan kesuksesannya sebagai penulis, itulah musim mereka. Dan setiap kita
memiliki musim kreativitasnya sendiri-sendiri. Jika musim mekar kalian di saat
muda, pastikan bunga-bunga itu jangan cepat layu. Sebab seperti Austin Kleon,
alih-alih terinspirasi pada kesuksesan orang-orang muda, saya lebih tertarik
menyesap manisnya saripati inspirasi dari orang-orang tua berumur enam puluh,
tujuh puluh, delapan puluh tahun yang masih terus menjaga gairah hidup mereka
dengan hal-hal yang mereka sukai. Orang-orang yang menanam benih mereka,
merawatnya sendiri, dan tumbuh menjadi sesuatu yang abadi.
Bangun Markas Ketenanganmu
Masih kata Kleon, perjalanan
kreatif bukanlah suatu perjalanan ketika kamu dianugerahi sebagai pahlawan dan
hidup bahagia selamanya. Perjalanan kreatif sungguhan adalah ketika kamu bangun
setiap hari dengan lebih banyak tugas untuk dilakukan.
Katakanlah
kita sedang mengerjakan sebuah novel yang membutuhkan napas panjang, tugas kita
adalah mengerjakannya sehari demi sehari dan konsisten. Buat synopsis dan outline
cerita di awal supaya idemu utuh dan tidak berlarian. Buat tabel
tokoh-tokoh utama baik untuk karakter fisik juga karakter sifatnya. Buat juga
apa goal-nya, apa kendalanya (konflik), dan bagaimana dia akan
membereskan masalah-masalahnya (ending).
Tambahkan
perhatian untuk setting. Settingmu tempelan atau tidak, bisa kau uji
dengan coba menggantinya. Jika ceritamu berubah dan menjadi tidak masuk akal
ketika settingnya kau ganti, berarti settingmu yang awal tadi sudah menyatu
dengan cerita. Tetapi jika kau ganti-ganti dan semuanya terasa sama saja,
artinya settingmu hanya tempelan.
Terkadang,
dalam menulis cerita, saya menemukan settingnya terlebih dahulu dan dari sana
tercipta alur. Kali lain, saya menangkap alurnya terlebih dahulu baru
memikirkan di mana cerita ini akan saya tempatkan. Tak ada yang lebih bagus
dari kedua cara itu, semua sama saja, yang penting, kau tetap punya napas untuk
mengerjakannya sehari demi sehari.
Jujur saja,
ketika berniat menulis sebuah novel, seringkali pikiran saya mendadak penuh dan
malah bingung akan mengerjakan apa dulu. Itu karena saya memikirkan keseluruhan
ceritanya. Membayangkan betapa saya harus berbulan-bulan berkutat dengan kisah
yang sama, belum-belum saya sudah hopeless. Caranya adalah, berhenti
membayangkan yang tidak-tidak dan mulai ciptakan markas ketenanganmu dan
kunjungi ia setiap hari.
Markas
ketenangan bisa kau artikan sebagai tempat, atau juga waktu. Di
rumah, kau mungkin memiliki ruang kerja kecil sebagai tempat ‘pelarianmu’ dari
dunia luar yang bising. Jika tak punya ruang, maka kau punya waktu –misalnya-
ketika semua anak-anakmu sudah terlelap tidur atau pagi hari ketika semua orang
belum terbangun. Markas ketenangan akan membuatmu terhubung dengan dirimu
sendiri, dan itu akan memudahkan dirimu menuangkan ide-ide dari kepala.
Suatu saat
mungkin mood-mu akan merosot, tidak usah cemas. Carilah cara-cara untuk
bergembira. Membaca, mendengar lagu, menonton film, membuat kue, menatap
pemandangan di luar jendela, atau bermain dengan bocil juga tanaman dan hewan-hewan
peliharaan. Jika menulis dan mengarang cerita memang sudah menjadi hasratmu,
kau pasti akan selalu kembali. Ke markas ketenangan, untuk menuliskan
kisah-kisah yang sangat ingin kau baca sendiri juga dibaca oleh sebanyak
mungkin orang.
Simalungun, Medio Juni 2021
Salam yang penting keep going…
Wiwik Waluyo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.