Laman

Sabtu, 12 Juni 2021

[Sharing Penulisan] Yang Penting Keep Going

Tulisan ini sebagai bahan sharing penulisan di grup alumni menulis Maslamah Foundation tanggal 9 Juni 2021.

***

Ketika saya mulai menuliskan ini, dunia maya sedang gaduh oleh sebuah kasus murahan yang dilakukan oleh seorang penulis senior tanah air (ASL) VS media JP. Dan, kasus itu, mengingatkan saya kepada bahasan Kreativitas Memiliki Musim di dalam buku Keep Going karya Austin Kleon.

Ihwal topik-topik yang teman-teman usulkan untuk didiskusikan –tentang ide, karakter, latar, menjaga mood- kesemuanya telah banyak diulas dan dibagikan penulis-penulis kawakan di internet. Adapun versi saya, insyaAllah kita bincangkan nanti. Sebagai pembuka, izinkan saya terlebih dahulu untuk mengisahkan sebuah pengalaman yang jauh dari hebat, tetapi menyenangkan untuk dikenang dan akan terus dilestarikan J


Perjalanan Panjang yang Menyenangkan

            Pada zaman yang hampir semua orang terobsesi dengan kecepatan dan angka-angka (jumlah follower dan like di sosial media), pertama kali saya merasa perlu menceritakan ini. Pengalaman panjang yang belum tentu hebat, tetapi terasa sangat menyenangkan.

Tahun 1996 ketika duduk di bangku kelas 2 SMP, untuk pertama kali saya dijebloskan ke dalam rimba belantara dunia penulisan. Saya dipaksa Bapak untuk mengikuti lomba mengarang dalam rangka Hari Pangan Sedunia yang diadakan oleh Departemen Pertanian. Benar-benar dipaksa sebab saya sama sekali tidak paham bagaimana caranya membuat sebuah karangan. Dahulu itu, menulis diary pun rasanya belum pernah saya lakukan.  Air mata saya tidak laku. Bapak tetap ngotot memaksa, memberi setumpuk majalah sebagai bahan, mengarahkan tema dan membantu menyusun regangan (outline).

            Eh, rupanya ada takdir baik. Karangan itu menang. Presiden memberikan hadiah di Ibukota, ditambah lagi diajak jalan-jalan ke Roma bertepatan dengan KTT Pangan Sedunia yang diadakan di sana.

            Setelah lomba mengarang itu, saya mulai iseng-iseng mengirim tulisan ke majalah pelajar di Yogyakarta. Setiap kali sekolah selesai melakukan kegiatan, saya menuliskan laporan kegiatan dan mengirimkannya. Untuk sekali pemuatan, majalah memberi honor Rp.7 ribu. Dulu, semangkuk bakso masih seharga 700 perak J  

Merayap naik, saya coba-coba kirim ke media nasional Sabili (yang tahu majalah ini, kita satu zaman hehe). Honor di Sabili untuk satu tulisan pendek semacam laporan kegiatan itu adalah Rp 25 ribu. Ketika SMA, merayap lagi mengirim cerpen ke majalah Annida dan menjadi Orang Kaya Baru yang norak sebab honornya Rp.100 ribu. Fyi, mendapat honor seratus ribu sekarang ini sangat-sangatlah butuh perjuangan yang tidak terperikan. J

            Aktivitas mengirim tulisan ke media berhenti ketika saya kuliah. Selain rempong tugas kuliah, urusan organisasi ke sana-ke mari, juga ihwal hati yang aduhai rumit sekali. Masa kuliah itu untung-untungnya saya masih ‘dikekang’ oleh satu majalah milik organisasi ekstra kampus dan majalah milik persyarikatan Muhammadiyah untuk menjadi reporter.

            Memasuki dunia rumah tangga yang kompleks, saya mulai menulis di platform Multiply sebagai upaya menjaga kewarasan. Juga saya ikuti milis Asma Nadia dan buku antologi pertama saya lahir pada tahun 2007. Barulah pada tahun 2009/2010 saya bertemu dengan Mbak Aida Maslamah di grup BAW (Be a Writer). Zaman itu Mbak Aida sudah sangat berjaya dan saya masih suka ndlongop (semacam menganga) saja, takjub oleh kecepatan teman-teman dalam berkarya.

            Tahun 2015 saya memutuskan untuk belajar menulis secara serius. Saya masuk grup penulisan berbayar dan mulai menarget majalah Nasional seperti Femina. Alhamdulillah sejak saat itu, satu persatu cerpen muncul di media cetak dan elektronik. Saya pun mulai ikut lomba menulis dan sekali-kali menang. Yang paling berkesan, bisa menjadi jawara di sayembara Cerber Femina 2017.

Novel pertama saya terbit tahun 2018. Tahun 2020 novel kedua menjadi salah satu yang lolos tahap pertama di event Gramedia Writing Project. Tahun lalu juga, novel anak saya meraih juara 3 pada Kompetisi Menulis Indiva dan sedang proses terbit sekarang. Dan di antara tahun 2017-2019 itu, saya sangat bersyukur diberi kesempatan menulis buku untuk amal.

Beberapa waktu belakangan ini, terkadang saya menerima project menulis dari satu lembaga, juga project mengkonversi Karya Tulis Ilmiah (skripsi, tesis) menjadi buku. Pun saya pernah diminta menulis puisi untuk buku doa 40 dan 100 hari kematian ayah dari teman saya. Saya pikir, agaknya bisa juga buka jasa menulis puisi untuk buku doa J

Sekarang, bertepatan dengan domisili saya di sebuah Pondok Pesantren di pelosok Kab.Simalungun, saya menemani santriwati yang mengaku senang menulis untuk belajar menulis. Dan Alhamdulillah, awal April lalu, Allah berkenan menerbangkan saya ke Jakarta untuk mendampingi santri yang meraih 10 besar lomba menulis yang diadakan oleh Kemenkominfo. Tidak terbayangkan, saya dulu remaja didampingi Bapak ke Jakarta lantaran menang menulis, setelah menjadi IRT sekarang ini, gantian saya yang mendampingi ‘anak didik’ terbang ke Jakarta juga lantaran menang lomba menulis. J

 

Keep Going

Kata Austin Kleon, “Kehidupan adalah sebuah seni, bukan ilmu sains. Jarak tempuh kalian mungkin bervariasi. Ambil yang kamu butuhkan dan tinggalkan selebihnya.” 

Sekarang, kebanyakan orang ingin menjadi penulis. Ketika media cetak tumbang satu persatu, muncul ‘seribu’ platform menulis online. Menulis dan mempublikasikan karya tidak serumit dulu. Pun tak perlu melewati garang-garangnya editor. Asal tulisanmu senapas dengan selera pasar, kau berpotensi meraup cuan.

Jika tetap ingin eksis, mau tak mau, saya harus pula masuk ke dunia itu. Sayangnya, saya tak bisa. Jiwa saya tak cocok -setidaknya hingga detik saya menuliskan ini- untuk mengikuti ritme platform online yang serba kilat tak lagi menyisakan ruang untuk perenungan-perenungan. Sementara di media cetak yang tersisa, penulis muda bertarung sengit dengan sastrawan-sastrawan yang jika redaktur membaca nama mereka, cepat saja naskah mereka ditempel cap acc.

Kalian, sudah memutuskan untuk menenggelamkan diri di mana? Adakah masih tersesat? Apapun yang kalian pilih, jika menulis adalah hal yang sudah menjadi kecintaan, lakukan saja sebisa-bisa langkah kalian berjalan. Jarak tiap orang berbeda, fokus saja pada jalan yang sudah ditempuh. Sekali waktu kita mungkin tergiur menginjak rumput hijau tetangga, bersabarlah. Jangan ambil jalan pintas apalagi culas hanya demi like, kemenangan juga cuan. Jadilah penulis tangguh dengan mental juang sejati. Tak berhenti meski berkali-kali naskahmu ditolak penerbit dan angka royalty yang seringkali membuat gigit jari.

Lihatlah pengalaman saya sekali lagi. Pergerakan saya sangat lambat, saya tak selalu berhasil dan saya tak selalu produktif. Tetapi tahun-tahun yang panjang itu terus saya rajut dengan butir-butir aksara meski hanya perlahan-lahan.  Hingga kelak saya bayangkan, ketika rambut telah putih rata, saya masih tetap menulis apa saja. Kacamata yang melorot, sesekali terbatuk, sakit pinggang. Rasanya indah sekali.

Jika saat ini teman-teman saya sudah merayakan kesuksesannya sebagai penulis, itulah musim mereka. Dan setiap kita memiliki musim kreativitasnya sendiri-sendiri. Jika musim mekar kalian di saat muda, pastikan bunga-bunga itu jangan cepat layu. Sebab seperti Austin Kleon, alih-alih terinspirasi pada kesuksesan orang-orang muda, saya lebih tertarik menyesap manisnya saripati inspirasi dari orang-orang tua berumur enam puluh, tujuh puluh, delapan puluh tahun yang masih terus menjaga gairah hidup mereka dengan hal-hal yang mereka sukai. Orang-orang yang menanam benih mereka, merawatnya sendiri, dan tumbuh menjadi sesuatu yang abadi.

 

Bangun Markas Ketenanganmu

            Masih kata Kleon, perjalanan kreatif bukanlah suatu perjalanan ketika kamu dianugerahi sebagai pahlawan dan hidup bahagia selamanya. Perjalanan kreatif sungguhan adalah ketika kamu bangun setiap hari dengan lebih banyak tugas untuk dilakukan.

            Katakanlah kita sedang mengerjakan sebuah novel yang membutuhkan napas panjang, tugas kita adalah mengerjakannya sehari demi sehari dan konsisten. Buat synopsis dan outline cerita di awal supaya idemu utuh dan tidak berlarian. Buat tabel tokoh-tokoh utama baik untuk karakter fisik juga karakter sifatnya. Buat juga apa goal-nya, apa kendalanya (konflik), dan bagaimana dia akan membereskan masalah-masalahnya (ending).

            Tambahkan perhatian untuk setting. Settingmu tempelan atau tidak, bisa kau uji dengan coba menggantinya. Jika ceritamu berubah dan menjadi tidak masuk akal ketika settingnya kau ganti, berarti settingmu yang awal tadi sudah menyatu dengan cerita. Tetapi jika kau ganti-ganti dan semuanya terasa sama saja, artinya settingmu hanya tempelan.

            Terkadang, dalam menulis cerita, saya menemukan settingnya terlebih dahulu dan dari sana tercipta alur. Kali lain, saya menangkap alurnya terlebih dahulu baru memikirkan di mana cerita ini akan saya tempatkan. Tak ada yang lebih bagus dari kedua cara itu, semua sama saja, yang penting, kau tetap punya napas untuk mengerjakannya sehari demi sehari.

            Jujur saja, ketika berniat menulis sebuah novel, seringkali pikiran saya mendadak penuh dan malah bingung akan mengerjakan apa dulu. Itu karena saya memikirkan keseluruhan ceritanya. Membayangkan betapa saya harus berbulan-bulan berkutat dengan kisah yang sama, belum-belum saya sudah hopeless. Caranya adalah, berhenti membayangkan yang tidak-tidak dan mulai ciptakan markas ketenanganmu dan kunjungi ia setiap hari.

            Markas ketenangan bisa kau artikan sebagai tempat, atau juga waktu. Di rumah, kau mungkin memiliki ruang kerja kecil sebagai tempat ‘pelarianmu’ dari dunia luar yang bising. Jika tak punya ruang, maka kau punya waktu –misalnya- ketika semua anak-anakmu sudah terlelap tidur atau pagi hari ketika semua orang belum terbangun. Markas ketenangan akan membuatmu terhubung dengan dirimu sendiri, dan itu akan memudahkan dirimu menuangkan ide-ide dari kepala.  

            Suatu saat mungkin mood-mu akan merosot, tidak usah cemas. Carilah cara-cara untuk bergembira. Membaca, mendengar lagu, menonton film, membuat kue, menatap pemandangan di luar jendela, atau bermain dengan bocil juga tanaman dan hewan-hewan peliharaan. Jika menulis dan mengarang cerita memang sudah menjadi hasratmu, kau pasti akan selalu kembali. Ke markas ketenangan, untuk menuliskan kisah-kisah yang sangat ingin kau baca sendiri juga dibaca oleh sebanyak mungkin orang.

 

Simalungun, Medio Juni 2021

Salam yang penting keep going

 

Wiwik Waluyo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.