Laman

Minggu, 10 April 2022

Tak Hanya Singgah

 Ahad pagi-pagi sekali, seorang teman di kota seribu ruko mengunggah rekamannya ketika melintas di sebuah jalan  menuju pusat kota itu. Sepi sekali, begitu captionnya. Aku mencermatinya dengan saksama. Jalan menanjak setelah belokan itu, gedung-gedung yang tampak di depannya, aku pernah ratusan kali melewati jalan itu, berbilang tahun yang lalu.

 Hatiku berdesir, sentimentil terpengaruh ingatan yang sekonyong-konyong berkelebatan. Bagi sejarah hidupku, kota itu adalah tempat bertahan. Sewindu yang seolah- tak bisa kemana-mana. Tak memiliki pilihan-pilihan untuk mengambil jalan lain kecuali tinggal dan diam.

 Alih-alih berpagut lebih lama mengenangkannya, benakku beranjak. Melompat-lompat. Dari satu tempat ke tempat lain yang pernah kusinggahi. Pada ujung persinggahan-persinggahan itu, bibirku menggurat senyum untuk sebuah tempat yang nyaman sekarang ini. Meski nyaman bagiku akan berseberangan bagi jamaknya orang, ya, karena aku menempati sebuah rumah panggung yang berdiri di atas kolam. Dengan pemandangan sekeliling petak-petak kebun dan sungai kecil ditingkahi suara arus sungai yang jatuh di bendungan. Ini hanya rumah papan berdinding triplek dan anyaman bambu di beberapa bagiannya. Tetapi aku bersyukur. Tak terkirakannya rasa syukur itu.

 Kau tahu kenapa aku sebersyukur ini?

 Karena aku yakin ini hanyalah persinggahan yang juga sementara. Kelak, kau akan menjemputku. Mungkin dengan kapal yang di air atau yang di udara.  Atau kapal di luar angkasa yang bentuknya tak kutahu seperti apa. Yang kutahu, setelah bersamamu, tak akan ada lagi tempat untuk singgah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.