Laman

Rabu, 17 Februari 2016

[30HMSC hari ke18] Aroma Rumah Sakit

Apakah ada seseorang yang senang mengunjungi Rumah Sakit dan jatuh cinta pada setiap aroma yang menguar dari dalamnya, Tobi? Aroma obat, aroma karbol kamar mandinya, juga aroma kematian yang memantul dari tiap lapis dinding-dinding putihnya? Tentu lucu sekali orang yang seperti itu.


Kau tahu aku malas sekali pergi ke Rumah Sakit untuk menemui dokter. Kau juga sangat mengerti alasannya. Tapi, Tobi, tadi aku melangkah ke Rumah Sakit dengan sukarela. Tahu kenapa? Karena aku mengingat, saat menjaga Bapa dua tahun lalu yang dirawat karena stroke ringan, aku disapa oleh seorang perawat senior. Kalau kau menebak perawat itu teman Nande, iya tepat, Tobi!

"Apa kau putrinya Tarigan yang dirawat karena stroke?"

Aku bingung saat perawat itu bertanya demikian. Tapi kalimat selanjutnya membuatku mengerti, "aku masih mengingat wajah ayahmu, dulu setiap hari dia mengantar Nandemu bertugas. Aku teman Nandemu."  

Oh, saat itu langsung kucium punggung tangan perawat itu dengan takzim. Itu sudah belasan tahun berlalu tapi dia masih mengingat Nande, aku gembira saat itu, Tobi. Maka tadi aku berdoa di sepanjang perjalanan, semoga bertemu dengan perawat senior itu lagi. Aku akan memintanya bercerita tentang Nande. Sesebanyak mungkin.  

Saat aku duduk mengantri pendaftaran pasien, kuperhatikan dengan saksama wajah-wajah perawat yang lalu lalang. Agaknya aku belum beruntung, aku tak menemukannya.

"Nandemu perawat paling baik dan menjadi kesayangan para dokter," aku teringat ucapan perawat itu saat duduk mengantri panggilan dokter.  "Walau lelah, Nandemu tak pernah bersikap buruk di hadapan pasien. Ia bahkan menunda-nunda urusan pribadinya demi tugasnya."

Seorang perawat keluar dari sebuah ruang, aku berharap dia yang kucari. Tapi ternyata bukan. Sementara antrian di depanku masih beberapa orang lagi, aku mengingat obrolan kami dahulu. Obrolanku dengan perawat teman Nande.

"Nande pasti selalu menunda jam makannya juga, kan?" tanyaku menyelidik. Aku menanyakan itu karena aku tahu riwayat penyakit yang membuat Nande pergi.  Maag yang menjadi typus lalu liver dan akhirnya stroke. Oh, aku masih sangat jelas menyimpan sepotong gambar Nande yang tergeletak dengan selang terhubung di sekujur tubuhnya. Tak bisa bergerak juga tak bisa berkata-kata kecuali hanya isyarat. 

"Nandemu memang sangat keras kepala. Dia pernah tiba-tiba pingsan saat kembali dari mengurus pasien, seorang pejabat daerah yang memintanya secara khusus untuk merawatnya beberapa hari di rumahnya.  Aku yakin Nandemu berjaga dua puluh empat jam demi pasien itu."

Kerongkonganku terasa diikat saat mendengar itu. Betapa Nande sangat tak bisa mengabaikan tugas sementara dia mengabaikan kebutuhan dirinya sendiri. Aku seperti berkaca, dalam kadar berbeda, kadang-kadang kekeras kepalaanku juga tak terbantah. Tobi sering mengatakn itu. Ya, kan, Tobi?  

"Dek, kau antri nomor empat?" 

Pak Tua yang duduk di sebelah menjawil lenganku. Aku terpental dari lamunan dan lekas menyeka sudut mata yang basah. Mataku menyapu sekeliling ruang, namun lagi-lagi aku belum beruntung. Perawat senior teman Nande tak ada. Kakiku melangkah menuju ruang periksa. Aku baru saja akan duduk di hadapan dokter saat seorang perawat tiba-tiba masuk dan cermat menatapku.

"Hey, kau putri Tarigan?"

Aku menatapnya tak kalah lekat. Sebelum aku menyadari sesuatu, perawat itu bergumam kepada dokter di hadapanku.

"Dia putri Sondang yang meninggal karena terlalu cinta dengan tugasnya, Dok."

Dan, dokter tua di hadapanku segera tersenyum. Sangat lembut dan menenangkan. Saat itu, rasanya aku perlu mengoreksi sesuatu dari dalam pikiranku. Bahwa kebencianku dengan segala hal berkaitan dengan Rumah Sakit kini berubah. Mendadak aku jatuh cinta dengan Rumah Sakit. Dengan segala bisu dan dinginnya dinding-dinding putih juga segala aromanya yang menyakitkan. 

Ya, sekarang semua aroma itu menjelma aroma Nande yang lembut dan hangat. Lihatlah, Tobi, bahkan sebelum diperiksa aku sudah merasa sangat sehat.

Salam sehat,
-Anna


#30harimenulissuratcinta hari ke 18




1 komentar:

  1. Kamupun harus sama kuat dengan Nandemu ya, tapi tidak bandelnya ya.


    -Ikavuje

    BalasHapus

Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.