Dear, Tobi…
Tanggal 15 Februari 2016 dan langit sangat cerah sekarang.
Dalam catatanku, hari ini genap satu tahun Helen, sahabatku saat SMA meninggal.
Maaf kalau yang kukabarkan selalu berita bersalut duka. Tapi kisah Helen masih
begitu lekat di benakku. Jadi kupikir, aku tak perlu bertanya apa kau ingin
membacanya.
Baiklah, Tobi, mari kutuliskan.
Helen itu, dia gadis berwajah paling manis di sekolah. Tutur
katanya lembut dan sikapnya sangat santun. Siapa tak tertarik dengan gadis
seperti itu? Tak ada. Dari kepten bola sampai ketua OSIS, semua melirik
kepadanya. Tapi Helen justru jatuh hati kepada Bang Sam, pelatih teater yang
datang ke sekolah hanya satu kali sepekan.
Bila kuperhatikan,
Bang Sam itu sesungguhnya menaruh hati juga kepada Helen. Aku bisa lihat dari
caranya menatap dan berbicara kepada Helen. Bahkan, saat mereka berdua
berdekatan, dalam hening sekali pun, aku bisa melihat cinta yang merambat dan
merayapi senyap.
“Aku bahagia, Anna. Begini saja sudah bahagia.” Begitu kata
Helen saat kusarankan kenapa tidak dia saja yang berinisiatif menunjukkan
perasaan itu terlebih dahulu. Perasaan itu milik siapa saja, tak peduli gender
untuk mengungkapkannya. Nah, Tobi, aku memang kadang sangat ahli menasehati.
Kau tahu itu dan sekarang kau tertawa di sana. Oke, lupakan…
Maka, perasaan Helen itu hanya tersimpan sampai kami lulus
dan ia melanjutkan kuliah ke Medan. Dua tahun dia bertahan dari godaan teman
prianya. Setelahnya, dia mengaku tak sanggup mengelak dari Boy, teman satu
Fakultas yang terus mengikutinya dari mulai bangun tidur sampai akan tidur lagi.
Ini dalam artian yang sebenarnya, Tobi. Ngeri sekali aku membayangkannya.
Helen bercerita kalau Boy sudah ada di depan pintu kosnya
tak lama setelah azan Subuh dengan pakaian olahraga dan mereka akan segera lari pagi bersama. Setelah itu
sarapan bersama, nanti pergi ke kampus bersama, pulang bersama, makan malam
bersama dan begitu setiap harinya. Helen mengaku tak lagi sanggup berpikir adakah
perasaannya kepada Boy cinta yang murni atau hanya karena kebiasaan belaka.
Nyatanya, Helen terhasut provokasi Boy untuk mereka segera menikah.
Hey, lulus saja belum. Menikah? Yang terjadi adalah orangtua
Helen mengamuk parah.
Tak ada pilihan, Helen dan Boy berjuang keras agar cepat
lulus. Aku salut juga pada kegigihan mereka saat itu, Tobi. Bayangkan, di
antara tugas skripsinya, Boy mati-matian mengajar Bimbel dan berjualan kolak
durian untuk membuktikan kesungguhannya di hadapan orangtua Helen, bahwa dia
layak mempersunting Helen secepat yang ia bisa.
Dan menikahlah mereka. Bahagia. Tapi tak lama.
Helen, tanpa pernah kutahu sebelumnya, dia mengidap kanker
payudara. Entah di mana letak masalahnya, seharusnya cinta itu semakin sejati saat salah satunya tengah berjuang di antara hidup dan mati. Nyatanya Boy tidak demikian, Tobi. Boy justru berpaling, mendua, selingkuh di belakang istrinya yang sekarat. Dan Helen, entah terbuat dari apa hatinya, dia tetap menerima Boy seolah tiada pernah terjadi apapun. Tak peduli sejauh apa Boy meninggalkannya, Helen akan tetap menerimanya saat ia kembali.
Orang baik konon katanya disayang Tuhan. Aku percaya Tuhan menyayangi Helen saat akhirnya dia harus pergi satu tahun lalu. Apa kau mengira kisah Helen telah usai? Belum, Tobi! Tiga hari berselang dari kepergiannya, aku mendapat kabar dari teman-teman SMA bahwa Bang Sam, guru teater kami, meninggal dunia sebab kanker tulang.
Ya Tuhan, aku jadi membayangkan bahwa selama Helen merasakan kesakitannya, sesungguhnya Bang Sam juga tengah berjuang melawan sakitnya. Lantas ketika Helen pergi, secepat itu Bang Sam menyusulnya. Dan apakah sekarang mereka sudah bisa bersama di surga? Oh, aku sungguh berharap demikian sebab kisah mereka telah benar-benar usai sampai di sini, secara kasat mata, secara zahir.
Oke, Tobi. Surat ini kutulis benar-benar dalam rangka mengenang Helen, sahabatku. Silakan jika kau dan penjemput surat berpendapat berbeda. Misalnya, yah, aku modus, menumpang asa lewat kisah Helen, aku tak mengapa. Sudah ah, lama-lama kalian bersekutu menyerangku.
Bye, Tobi...
Senang sekali mengenang kisah Helen-Bang Sam.
-Anna
#30harimenulissuratcinta hari ke-16
sejati ya, cinta itu.
BalasHapus-ikavuje