Pada pertengahan Februari yang basah,
dari ladang jeruk yang diserang lalat buah,
aku menulis surat ini untuk Indonesiaku yang -pernah- gemah ripah.
Indonesia, apa kabar rahim yang mengandung segala unsur hara untuk menumbuhkan pangan bagi generasi mendatang?
Apa kabar tanah surga yang tongkat kayu dan batu jadi tanaman?
Apa kabar sawah ladang yang terbentang, sekarang?
Indonesiaku, masihkah wajahmu hijau nan asri seperti dahulu?
Masihkah sawah menumbuhkan padi dan ladang menjanjikan kesejahteraan?
Di sini, seladang jeruk diserang lalat buah. Paman Lintar terancam gagal panen raya. Tapi dia tetap tabah dan tak sekalipun mengumpat Pemerintah. Walau harga pupuk semakin menukik, walau harga pasar semakin liar dan membuat petani tercekik.
Di sini, petani sayur dan buah tetap bekerja. Tak peduli punggung terpanggang matahari, mereka tetap menyemai benih-benih dan merawatnya tanpa jeri. Serupa merawat mimpi masa depan yang indah akan sebuah kata swasembada. Oh, Indonesiaku, masihkah ada harapanku, harapan kami untuk kembali berjumpa dengan Negeri yang swasembada pangan? Negeri yang gemah ripah loh jinawi, mencukupi pangannya sendiri tanpa perlu kami iri hati dengan jeruk dan sayur impor dari Luar Negeri?
Indonesiaku, di sini, walau hati kami tertindih mendengar gurauan 'diet' Ibu Menteri, kami tetap bangun pagi-pagi sekali untuk tetap menjemput rejeki. Tak sedikit pun niat berlari sebab di sinilah tanah kami. Tanah yang menumpang di bumi Indonesia. Tak akan kami lelah mencangkul ladang, membuang gulma, menabur pupuk dan walau pada akhirnya menelan getir ludah kerugian, karena kami telah terbiasa hidup dalam seadanya realita. Karena kami bangga hidup di atas tanah Indonesia.
Indonesiaku, aku bangga hidup dalam keluarga petani. Dalam sekali masa hidupku, beberapa tahun aku membutuhkan guru, beberapa kali aku akan membutuhkan dokter, sesekali mungkin aku akan butuh pilot dan pengacara. Tetapi sepanjang hidupku, selama tiga kali dalam sehari aku selalu butuh petani. Aku bangga hidup di Indonesia, di Negara yang terbentang luas sawah dan ladang.
Dariku,
-Anna
#30harimenulissuratcinta hari ke 15
tulisan yang sendu seperti biasa, aku jadi pingin baca ceritamu yang komedi. Dan aku bingung harus menyebutmu Anna atau Wiwik? :/
BalasHapus-Ikavuje, kadang sukanya bingung.