Aku selalu menyukai pagi yang baru retas dari jubah kelam semesta.
Saat Gunung Barus masih terlelap di sebalik kabut tebal,
dan perlahan kelam langit diretak oleh rona bola api raksasa.
Saat burung pipit baru menggeliat dalam sangkarnya di dahan-dahan pohon jeruk.
Saat tiada aroma kecuali harapan yang mengembun dan memenuhi kesejukan pikiran.
Maafkan aku jarang menuliskan surat untukmu saat pagi, Tobi.
Bagiku engkau lebih serupa senja yang kata penulis Sungging Raga, ia selalu pendiam.
Namun pagi ini aku mengunjungimu.
Bersama setengah cangkir kopi yang kuseduh, aku menuliskan sekepul harapan walau harus melawan nasehat ahli kesehatan.
Bagiku, pagi ini dan setengah cangkir kopi adalah selikat aroma untuk melelehkan asa-asa yang keras dalam kepala.
Menghablur bersama rona di ufuk timur sana.
Cintaku selalu terbit, bersama pagi yang lejit.
-Anna
#30Harimenulissuratcinta hari ke 23
meski bukan ditujukan untuk saya, saya suka membaca surat ini, hihi
BalasHapussalam hangat
yogyakartan
Aku membaca ini saat malam, dan tetap merasa pagi. Cintamu pada Tobi, sesegar itu kah?
BalasHapus-Ikavuje