Ketika kau berkata "Hard to say..."
Dia sudah mengetahui tanpa perlu kau jelaskan. Dia mengerti, dia paham.
Tapi kau menjelaskannya, runtut, panjang.
Dan itu membuatnya sedih.
Tidak, kau tidak melukainya.
Yang kau lakukan itu, bersabar-sabar menjelaskan tentang kenapa kau akan melakukan satu hal itu, dari situ kau berharap dia tahu bahwa tidak akan ada hal negatif dari apa yang akan terjadi itu. Dan itu, justru membuatnya menjerit dalam diam.
Dia meneriaki dirinya sendiri.
Kecewa pada dirinya sendiri.
Betapa sikapnya telah keterlaluan membuatmu demikian merasa tidak aman. Penjelasan panjangmu adalah isyarat bahwa kau terganggu dengan prasangkanya. Dan dia merasa bersalah, berlipat-lipat merasa bersalah karena telah membuatmu terganggu.
"Kau ini siapanya? Kau sama sekali tidak berhak mengaturnya, bahkan walau sekadar bertanya." Dia memarahi dirinya sendiri. Berkali-kali.
"Kau keterlaluan. Lihatlah dia menjadi merasa bersalah." Dia merutuki dirinya sendiri. Berkali-kali.
"Bagaimana kau mengaku akan tetap menjadi kawan terhebatnya bila mudah sekali membuatnya merasa bersalah dengan prasangka-prasangkamu?" Dia menghisab dirinya sendiri. Berkali-kali.
"Apa kau pikir dia akan tahan berteman denganmu yang aneh? Kau ini selalu saja aneh." Dia menghukum dirinya sendiri. Berkali-kali.
Dan hatinya layu terkulai pada lembah rasa bersalah. Meski kau sudah mengatakan bahwa dodol duren itu enak untuk menegaskan bahwa kedodolannya tidak membuatmu kecewa, tetap saja dia merasa bersalah.
~WW
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.