Laman

Selasa, 10 Agustus 2021

Janji

 “Malam ini, ingatannya menguap dari kenangan-kenangan yang terpendam dalam tanah, yang dibenamkan hujan sepanjang musim, yang dikeraskan terik sepanjang kemarau. Katanya, dia paling suka pada bagian ketika kau mengatakan, Aku berjanji pada Tuhanku, pada diriku sendiri, juga padamu. Tak akan kuulangi kebodohan itu kepada siapapun lagi.”

“Itu sudah lama berlalu.”

“Baginya terasa baru kemarin. Selalu baru kemarin.”

“Oh. Tak usah berlebih-lebihan.”

“Apa-apaan kau menuduhnya berlebih-lebihan? Setiap saat aku bersamanya, di sisinya. Menepuk-nepuk pundaknya jika semua cara-cara untuk meredakan kegilaan itu tak ditemukannya lagi.”

“Sekarang kau membuatku merasa bersalah.”

“Kau sering merasa bersalah.”

“Itu kau tahu.”

“Dia tak tahu.”

“Aku tahu dia tahu.”

“Oh shitt!  Ya, dia memang tahu. Tapi dia ingin mendengarnya. Benar-benar ingin mendengarnya.”

“Mendengar apa?”

“Perasaan bersalahmu.”

“Untuk apa?”

“Tidak semua hal harus kau dapat jawabannya.”

“Semestinya aku tahu bahwa kebodohanku berbuntut sangat rumit.”

“Jangan kau ulangi.”

“Aku sudah berjanji.”

“Bisa kau tepati?”

“Kenapa bertanya? Apa dia meragukan janjiku?”

Hening. Ini adalah kisah yang sehening embun pagi. Di pucuk-pucuk daun dia takut tergelincir. Menetap pun dia akan susut lalu kering. Terkadang, hidup memang hanya membentangkan pilihan-pilihan yang sulit. Dan dia menyesapnya. Sedalam-dalam tarikan napas pilu hingga ujung waktu. Tak mengapa. Baginya sungguh tak mengapa sepanjang itu cerita yang dipilihkan Tuhan untuknya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.