Kita adalah jiwa-jiwa yang berserah
Terapung-apung tiada daya
Terombang-ambing dalam lautan
ketidakmengertian tanpa suaka
Satu sama lain ingin menyerah,
terengah-engah
Asin itu, air laut atau air mata kita?
Kita adalah jiwa-jiwa yang berserah
Terapung-apung tiada daya
Terombang-ambing dalam lautan
ketidakmengertian tanpa suaka
Satu sama lain ingin menyerah,
terengah-engah
Asin itu, air laut atau air mata kita?
Seseorang mengirim gambar rembulan yang mengambang di atas laut kotamu. Dia terkekeh. Seumpama semesta tak menginginkan dia lepas begitu saja dari segala sesuatu perihal kamu.
Kegelapan
menelan riak-riak air, debur ombak, dan lagu-lagu kenangan yang terdengar dari
kejauhan
Tapi
itu tak akan mampu menyembunyikan cinta yang paling diam dari pandangan mata
apalagi
dari hati."
Kokok ayam. Deru mesin perahu. Dan cerita-cerita pagi yang
dihangatkan di atas tungku rumah-rumah nelayan, terdengar sangat meriah. Namun,
cintanya masih saja pendiam. Akan selamanya diam di pandangan mata, juga
hati.
Ahad pagi-pagi sekali, seorang teman di kota seribu ruko mengunggah rekamannya ketika melintas di sebuah jalan menuju pusat kota itu. Sepi sekali, begitu captionnya. Aku mencermatinya dengan saksama. Jalan menanjak setelah belokan itu, gedung-gedung yang tampak di depannya, aku pernah ratusan kali melewati jalan itu, berbilang tahun yang lalu.
Orangtua
bilang, rasa sakit atas kehilangan akan reda oleh kerelaan
Pada yang tak hilang sekaligus yang tak jua bisa pulang
Terentang jarak menjebak
“Kau tahu perpisahan itu amat tak mengenakkan? Terlebih lagi saat kau tahu persis, bahwa sebagian hatimu telah terbawa bersamanya. Kau hanya akan menjadikan perpisahan itu serupa kesedihan yang menjadi-jadi.”
"Aku.., walau aku masih ingin merasakan percikan air hujan itu, aku memilih untuk masuk ke rumah ibuku. Kau lupa Nisa, akupun menarik tanganmu dari hujan itu. Aku ajak kau masuk bersama ke rumah ibuku. Yang juga ibumu. Ibu kita, Adikku. Kau tahu, bukan aku yang takut sakit karena hujan itu. Tapi aku lebih takut kau yang sakit."
Kau datang tadi malam, menggenggam tangannya. Dia memandangmu tak percaya dan bertanya tentang sesuatu yang bodoh, “Apa kau marah?”
Aku hampir terbahak mendengar pertanyaannya. Bahkan,
di dalam mimpi pun, dia masih tetap membawa perasaan bahwa kau sedang marah
kepadanya.
“Lalu aku menjawab apa, tadi malam?”