Bu,
apa di tempat ibu sekarang adalah tempat yang hangat tapi tanpa kenangan, ya?
Aduh, kenapa selalu saja, pertanyaan pembuka untuk
Ibu terbaca aneh. A warm place with no memory? Aih. Konon katanya tempat
serupa itu berada di sebuah pulau kecil dan kosong di tengah-tengah Laut Pasific sana. Sebuah khayalan yang berat di kepala Andy.
Apa Ibu bertanya siapa Andy? Nggak penting,
sih, dia cuma tokoh di film The Shawshank Redemption. Dia si ‘keras
kepala’ yang serupa buku tertutup. Dia sebenarnya hangat tapi tak pandai mengantar
hangat itu ke pasangannya. Dan dia terpenjara. Dia tersiksa. Tapi dia keren
karena dia tetap bisa kalem tidak melawan takdir. Yang perlu dia lakukan adalah
terus bergerak. Sebab dia memiliki peluru yang tak pernah habis untuk bergerak.
Peluru terbaik yang tak akan ada tandingannya; HOPE.
Yah, kupikir, sesedikitnya aku serupa dia. Aku keras
kepala dan aku serupa buku yang tertutup. Aku juga ‘terpenjara’, tapi aku tetap
bergerak karena aku punya harapan. Yang tak kalah penting, aku juga kalem. Ups,
jangan protes. Aku beneran kalem, kok.
Aku tadi awalnya mau cerita apa, sih?
Sebelum kuceritakan, Ibu baca komentar orang-orang ini
dulu, ya.
Nah orang-orang yang berkomentar serupa mereka
ini ada beberapa lagi. Aku jadi banyak berpikir. Banyak me time. Menurut
ibu aku ini siapa? Eh maaf, ya tentu aku anak Ibu. Maksudku, apa aku punya
peluang di dunia perdagangan? Itu serupa dunia hitam buatku, Bu.
Aku sempat terprovokasi awalnya, kubawa soal
itu ke atas sajadah, kubawa ke langit, kubawa saat masak (hari ini aku masak
kepiting, jangan tanya dimasak apa karena aku sama sekali nggak tahu apa
namanya), bahkan, ketika akhirnya kuputuskan menonton si Andy, itu adalah
sebagai salah satu caraku menemukan bulatnya keputusan; “Iya tidak aku harus
mencetak ulang buku The Grand Me Time ini?”
Ada suara lirih dari dalam hatiku; “Mungkin ini
jalanmu. Bukankah ini doa yang selalu segar?”
Tapi suara-suara lain juga berisik, “Ingat,
kamu ini siapa? Kamu hanya seorang perempuan yang menguasai dapur dan sumur. Kamu
tidak mengetuai sebuah komunitas, tak memiliki geng-geng eksklusif, tak
memiliki jamaah, tak memiliki fans yang akan dengan rela membeli buku-bukumu.
Bahkan, kamu tak memiliki satu orangpun yang akan bersetia di sampingmu
dan menyediakan bahunya untuk kepalamu bersandar saat kamu menangis karena menyadari
bahwa kamu telah salah melangkah.”
“A shoulder to cry on, lagunya Tommy
Page, kan itu?”
“Kok, o-o-t?”
“Sorry-sorry. Maksudku, kamu itu punya Allah!
Sekali lagi, ALLAH!” suara lirih tadi mulai naik beberapa oktaf. Aku tersentak
mendengarnya.
“Iya, aku punya Allah. Aku nggak meragukan
kemampuan Allah. Biarpun sepenjuru isi planet bilang aku nggak bisa jualan,
kalau Allah bilang bisa ya bisa.”
“Nah itu kamu pinter.”
“Ya karena pinter itu juga aku jadi mengukur
kapasitasku. Aku belum pantes jualan. Kalau kemaren buku 400 eks habis dua
pekan, aku prasangka baik bahwa mereka melakukan itu untuk sedekah. Kalau untuk
hidup? O… “
“Katanya kamu mirip si Andy, sekarang kok kayak
orang mati kehabisan harapan.”
“Bukan gitu. Harapannya tetep tinggi, tapi aku
masih ada di level tangga yang rendah. Satu-satu dong dinaikinnya.”
“Tapi Allah bisa aja buat kamu terbang tanpa harus
napakin tangga satu-satu.”
“Please, ya, sekali lagi aku nggak
sedikitpun kehilangan keyakinan sama rahmatNya Allah, aku hanya sedang mengukur
kapasitasku untuk kemudian bangkit, pelan-pelan. Kalau tiba-tiba di tengah
jalanku ada Malaikat yang ngajakin terbang, nah, aku nggak bisa nolak.”
Suara di seberang masih ingin menyangkal, tapi
yang di seberangnya buru-buru membekap, “Ssst, udahan, ya ributnya. istigfar
aja, yuk, kita.”
Bu, apa Ibu bingung membaca kecamuk hatiku? Kuharap
tidak, ya. Kan di sana angin sepoi-sepoi, sejuk, tenang, pasti nggak sulitlah
melihat tingkah anakmu yang ini. Atau, Ibu mau menyumbang saran untukku? Nah
boleh, nanti malam kutunggu ya…
Sebentar sebelum pisah, jadi, di tempat ibu sekarang sebenarnya masih bisa mengingat kenangan, nggak, sih?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.