Laman

Minggu, 04 Februari 2018

Yang Ada Hanya Cinta

“Kamu kenal penulis buku The Grand Me Time?”
“O, dia temanku, walau belum pernah bersilaturahmi secara resmi. Ng, maksudku, belum pernah datang ke rumahnya dan disuguhi segelas es jeruk.”
“Menurutmu, kalau Allah timpakan ujian berat di pundaknya, apakah dia akan berhasil memikulnya?”
“Kalau selevel dia dikasih ujian ringan mah nggak seru. Tapi insyaAllah dia mampu menjalaninya. Karena dia tahu. Di ujung sana. Yang ada hanya Cinta.”
***

Dia membaca sekali lagi kalimat akhir, di ujung sana, yang ada hanya Cinta.

Ya. CintaNya Allah tentu saja.

Satu-satunya cinta yang layak diperjuangkan dengan sungguh-sungguh, bahkan berdarah-darah, hanya cintaNya. Dan dia sudah memulainya dengan baik. Dengan mengiba ampunan Tuhannya, dengan berulang-ulang tanpa bosan mengatakan sepenuh jiwa ‘hamba seutuhnya milikMu ya Rabb, cintai hamba, please cintai hamba’. Dia juga berupaya terus mendekatiNya melalui ilmu dan amal saleh. Tapi, adakah hamba yang mendekat dan mulai mengaku beriman tanpa diuji?

Ujian yang telah ada ditambah bobotnya entah berapa kali lipat, dan ujian yang sebelumnya tak ada menjadi ada, juga dengan bobot yang langsung meretakkan tulang punggung.

Dia tahu ini bukan sebuah kesalahan. Sebab pengakuan cinta hamba padaNya perlu diuji. Apakah Allah kurang kerjaan perlu menguji hamba yang sudah merengek-rengek minta dicintai itu?

Dia pernah mendengar dari guru mengaji, Imam Nawawi penulis kitab Al-Adzkar mengatakan, “Allah menjaga hamba yang Ia cintai untuk tidak melakukan dosa dan Allah mudahkan ia di dalam ketaatan.”

Nasehat ini membuat dia merutuki dirinya sendiri. Semestinya dia selalu peka untuk memahami bahwa ujian yang terasa amat sangat menyiksa ini, barangkali memang karena Allah sedang menjaganya dari sumber dosa. Allah tidak berkenan, dia yang mulai Ia cintai ini kembali terlumur dosa setelah Allah menyucikannya dalam prosesi pertaubatan.

Dia menangis, dia merasa telah berulang-ulang mempelajari ini, namun selalu remedial. Dia bahkan harus disadarkan soal remedial dengan kulitnya yang melepuh akibat tersengat ketel berisi air mendidih, pekan lalu. Sengatan itu, tepat berada di lengan bawah yang tempo hari sudah pernah lepuh sebab uap mendidih dari panci. Bahkan bekas lepuhan yang lama belum juga sempurna hilang. Kini ditambahkan, tepat, di tempat yang sama.

Dia paham, ini remedial.
Karena Allah mencintainya.
Hanya karena Allah mencitainya.

Terngiang support itu lagi; “Kalau selevel dia dikasih ujian ringan mah nggak seru. Tapi insyaAllah dia mampu menjalaninya. Karena dia tahu. Di ujung sana. Yang ada hanya Cinta.”

Ketika pembaca termotivasi dan sekarang penulisnya butuh motivasi dari mereka

-Empat February duaribudelapanbelas, support ini semoga jadi pil pembangkit gairah hidup. 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.