PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS RUKUN IMAN
Oleh: Dwi Asih Rahmawati
Tahun lalu, pada suatu kesempatan
berdua dengan Ririn (kelas lima Sekolah Dasar), saya bertanya apakah
teman-temannya di sekolah pernah menunjukkan video aneh dari gawai mereka?
“Pernah.”
Jawab Ririn spontan dan jujur.
Saya
terlonjak. Dada saya berdenyaran dan berusaha saya stabilkan dengan istighfar
yang saya rapal di dalam hati.
“Kakak
dikasi lihat video apa, Nak?” Tanya saya hati-hati, berharap ia akan lebih terbuka.
“Mmm,
Kakak mau cerita, tapi Mama janji nggak marah, ya?”
Saya
pandangi wajah putri sulung yang belum genap sebelas tahun itu dengan cermat. Ada
cemas yang terarsir dengan jelas di sana. Ia menggigit satu ujung bibir sembari
manik matanya menyiarkan risau yang bertumpangan dengan ragu.
“Oke,
Mama janji enggak marah. Kakak sudah lihat apa, Nak?”
“Janji
beneran nggak marah?”
Saya
menarik napas dan melepasnya perlahan, “Kenapa Mama harus marah?”
Ririn
menatap saya serupa tatapan milik seorang tawanan yang diliputi permohonan
belas kasih. Saya coba tersenyum tulus agar ia memercayai janji saya untuk
tidak menerbitkan amarah pada apapun yang akan keluar dari bibirnya.
Dan
dengan amat hati-hati ia mulai berkisah. Tentang gambar dan video berkonten pornografi yang
ditunjukkan teman satu kelasnya. Kala itu sedang ramai berita awkarin di
dunia maya. Ririn diperlihatkan gambar-gambar awkarin yang berbusana
minim. Ia juga diperlihatkan video dua manusia berlainan jenis yang sedang
melakukan aktivitas seksual.
Saya
menahan tangis mendengar pengakuan Ririn. Tentang bagaimana cara teman si
empunya gawai mengajak teman lain untuk menonton. Bagaimana anak-anak kelas
lima itu menutup mulut menahan mual namun tetap penasaran. Saya pada akhirnya
bersyukur dengan hati yang seperti balon bocor tipis dan mengempis perlahan
manakala ia akhirnya mengaku tak tahan dan jijik lalu ke luar dari kerumunan.
Ya
Tuhan, putri sulung yang saya jaga dengan saksama di rumah. Ia yang tak saya
beri gawai untuk ia miliki sendiri agar ia terlindungi dari serangan pornografi
yang begitu agresif di internet, ternyata, ia sudah terpapar pornografi di
sekolah.
Ancaman
NARKOLEMA di Sekolah Dasar
Kenyataan
bahwa saya memiliki putri yang terpapar pornografi di tempat yang seharusnya menumbuhkan
karakter baik (sekolah), membuat saya tersadar bahwa ancaman narkolema
(narkotika lewat mata) sudah tak berjarak dengan anak-anak saya.
Kejadian
yang menimpa Ririn sekonyong-konyong membuat mata saya melek dan tingkat kesadaran
saya penuh seketika. Saya jadi belajar lagi. Saya baca artikel tentang anak dan
pornografi. Saya dengarkan ceramah ahli parenting terkait anak-anak usia dini
dan Sekolah Dasar yang BLAST (Bored, Lonely, Afraid-angry, Stress, Tired)
dan menjadi target para pebisnis pornografi untuk membunuh karakter sesuai
fitrah mereka. Dan saya sungguh tercengang ketika membaca hasil riset KPAI pada
tahun 2014 yang mengungkap bahwa 90% anak kelas lima Sekolah Dasar sudah
terpapar pornografi.
Saya
juga akhirnya paham, bahwa kerusakan otak akibat narkolema jauh lebih berbahaya
daripada yang ditimbulkan oleh narkoba.
Sebagai
Muslim, saya mengingat dua ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan ini.
“Katakanlah
kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan mereka
memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka… “
(QS.An-Nur: 30).
Saya
tidak pernah meresapi makna ayat yang menyambungkan antara pandangan
dengan kemaluan. Tetapi kasus narkolema mengentak kesadaran saya, bahwa
poin utama untuk dapat menjaga kemaluan adalah dengan menjaga pandangan.
Sungguh Islam telah benar-benar sempurna mengatur umatnya semenjak empat belas
abad lampau, bahkan hingga pada tata cara pergaulan seperti yang terdapat di
dalam Qur’an Surat An-Nur ayat 30 (bagi laki-laki) dan ayat 31 (bagi
perempuan).
Ririn
yang terpapar pornografi (lewat tontonan) di sekolah menjadi momentum bagi saya
selaku ibu untuk berpikir ulang tentang makna keamanan (tempat yang aman) juga
tentang pendidikan karakter di sekolah. Saya tentu tidak bisa asal datang ke
sekolah dan melabrak guru-guru di sana karena mereka tidak berhasil menanamkan
pendidikan karakter. Alih-alih melakukan aksi norak seperti itu, saya justru
melongok ke dalam diri, kiranya bekal apa yang sudah saya berikan pada putri
saya agar ia memiliki imunitas yang tangguh. Imunitas yang selayak buah-buah
ranum, bergelantungan di pohon karakter yang tinggi nan teduh.
Rukun Iman Tak
Sebatas Teori Dalam Buku Teks
Merujuk
kepada ensiklopedia bebas Wikipedia, Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk
oleh sekitar 85,2% penduduk Indonesia. Sementara situs satu data Indonesia
menyebutkan bahwa jumlah siswa Sekolah Dasar berdasar agama, memunculkan angka
21.911.779 untuk siswa beragama Islam. Sementara Kristen sebanyak 2.340.442
siswa dan Katolik 1.048.869 siswa.
Islam
agama mayoritas. Siswa muslim menjadi mayoritas pula. Bahkan, sekolah-sekolah berlabel
Islam tumbuh sangat subur seiring tumbuhnya kesadaran beragama masyarakat
Indonesia. Islam sebagai agama yang sempurna mengatur pola hubungan termasuk
adab-adab (akhlak) seorang muslim, hal ini tak berbanding lurus dengan praktik
(karakter) yang dimiliki oleh umat Islam, dalam hal ini para siswa.
Pada
kasus putri saya Ririn, walau ia bersekolah di SD umum, namun tidak ada satupun
teman sekelasnya yang non muslim. Semua muslim. Tapi tidak semua orang tua
paham bagaimana mengarahkan anak dan menanamkan pendidikan karakter berdasar
tuntunan Qur’an dan sunnah. Mungkin, para orang tua (termasuk saya sebelumnya)
berpikir bahwa segala pendidikan anak termasuk karakter adalah urusan sekolah.
Maka
terjadilah, anak bebas bermain gawai. Anak menganggap semua yang ada dalam
gawai itu sah untuk mereka cerna. Lebih dalam, anak sama sekali tidak merasa
takut melihat apapun sebab di sekolah tentu tidak ada orang tua dan guru yang
mengawasi. Sebab guru berada di ruang kantor pada jam istirahat.
Padahal,
anak (siswa) muslim semestinya paham sejak mereka kelas satu dan mendapatkan
materi Rukun Iman pada pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI), bahwa ada Allah
yang Maha Melihat dan ada Malaikat yang senantiasa mencatat.
Rukun
Iman ini seolah-olah hanya sebatas materi untuk dihafalkan. Ia selesai pada
lembar ujian dan menguap ketika siswa naik pada semester dan kelas selanjutnya.
Sejatinya, materi Rukun Iman yang diajarkan pada kelas satu (semester pertama)
ini sungguh bisa menjadi pondasi dan modal besar dalam membentuk karakter baik
bagi siswa. Karakter baik yang akan melekat sepanjang hidupnya.
Penguatan
Karakter Berbasis Rukun Iman
Rukun
Iman ada enam. Hampir semua siswa beragama Islam kelas satu hafal enam poin
dalam Rukun Iman.
Pertama,
iman kepada Allah.
Kedua,
iman kepada malaikat Allah.
Ketiga,
iman kepada kitab Allah.
Keempat,
iman Rasul Allah.
Kelima,
iman kepada hari kiamat.
Dan
keenam, iman kepada segala ketentuan Allah.
Bagaimana
keenam poin Rukun Iman dapat membentuk dan menguatkan karakter siswa? Saya
sebagai ibu rumah tangga dengan tiga anak, paling tidak telah mengaplikasikan
secara sederhana Rukun Iman sebagai pembentuk dan penguat karakter. Tentu saja
pada lingkungan sosial terkecil; di dalam rumah.
Iman
kepada Allah, di dalam buku teks Pendidikan Agama Islam untuk kelas satu
terbitan Erlangga, berarti harus menyembahNya dengan melaksanakan perintahNya.
Sudah, itu saja. Padahal, poin satu ini memiliki kunci pembuka untuk membentuk
karakter siswa bila dijabarkan lebih dalam. Bahwa Allah itu Maha Hidup, tidak
pernah mengantuk apalagi tertidur. Dia juga Maha Melihat, Mendengar dan
Mengetahui semua hal yang berada dalam terang maupun dalam kegelapan.
Bila
poin ini dipahamkan secara terus-menerus kepada siswa pada setiap kesempatan, maka
hasilnya akan luar biasa. Siswa tidak akan menyontek saat ujian karena mereka
paham Allah sedang melihat. Siswa tidak akan mem-bully teman karena
mereka paham Allah mengawasi. Mereka akan tertib di kelas karena mereka paham
Allah mencintai anak-anak yang patuh pada guru-guru.
Kedua,
iman kepada malaikat. Bila siswa paham bahwa setiap mereka memiliki malaikat
pendamping yang ditugaskan Allah untuk mencatat segala amal perbuatan, mereka
tentu tidak berani berkelahi karena paham bahwa ada malaikat yang siaga dengan pena-nya.
Siswa tak berani menyalahgunakan uang SPP yang dititipkan orang tua karena
mereka paham perbuatan itu hanya akan mempertebal buku catatan buruk milik
mereka. Dan itu akan menyusahkan kehidupan akhirat mereka nantinya.
Rukun
Iman ketiga, percaya kepada Kitab-kitab Allah, akan memahamkan siswa bahwa
dalam hidup ini, sudah ada buku pedoman lengkap yang tetap kekinian dan
kita akan selamat, akan bahagia bila mengikutinya. Siswa tidak akan ngeles
apabila guru mengingatkan untuk selalu berbuat
baik terhadap sesama dan menolong teman yang sedang susah, sebab hal itu banyak
diperintahkan Allah di dalam kitabNya.
Beriman
kepada Rasul akan mengokohkan karakter siswa dengan segala keteladanan Rasul
yang mulia. Rasul adalah panutan utama sebab mereka manusia yang sempurna budi
pekertinya. Rasul selalu berkata jujur dan lemah lembut, senantiasa menolong, tidak
berwajah masam, tidak baper-an, bersabar bila ada masalah dan bersyukur
atas semua kemudahan/prestasi.
Bila
guru berhasil memahamkan siswa tentang karakter Rasul-Rasul Allah, maka siswa
akan memiliki panutan dan idola yang benar. Yang akan berimbas pada sikap
keseharian mereka dan menumbuhkan semua benih karakter baik dalam diri mereka.
Tak
kalah penting, beriman kepada hari kiamat akan sangat berpengaruh pada karakter
siswa. Siswa tidak akan ngeyel dan bebal, siswa tidak akan
memperturutkan kemauannya sendiri (egois) dan menuruti hawa nafsunya
(mencontek, mengambil hak orang, dll) sebab mereka paham bahwa kehidupan yang
sekarang adalah sementara. Ada kehidupan lebih abadi pada hari esok. Kehidupan
yang bermula dari dibukanya buku catatan amal yang ditulis oleh malaikat. Hari
ketika Allah menepati janjinya atas hadiah (surga/tempat segala keinginan
dikabulkan) bagi orang-orang yang patuh dan hadiah (neraka) bagi orang-orang
ingkar.
Dalam
perjalanan kehidupan siswa, ketika kelak mereka sudah tumbuh besar menjalani
profesi apapun, bila kepahaman hari akhir ini sudah mengakar dalam diri mereka,
tentu mereka tidak akan sanggup mengurangi timbangan dalam perdagangan, tidak
korupsi bila menjadi pejabat dan tidak menyalahgunakan wewenang yang dititipkan
Allah kepada mereka.
Terakhir,
pemahaman bahwa segala sesuatu merupakan ketentuan Allah, akan membuat siswa
tetap optimis dan selalu berprasangka baik. Tidak mudah mencurigai teman, tidak
mudah menghakimi teman, tidak mudah baper atas sesuatu tidak mengenakkan
yang menimpa mereka.
Keenam
Rukun Iman ini dapat diaplikasikan setiap saat oleh guru-guru untuk membentuk
karakter siswa. Ketika ulangan akan dilaksanakan, guru mengingatkan bahwa Allah
melihat gerak-gerik sekecil apapun dan malaikat siap mencatat. Ketika ada siswa yang membuang sampah
sembarangan, guru mengingatkan bahwa Allah dan RasulNya mencintai segala
sesuatu yang bersih.
Ketika
ada siswa yang malas belajar (tidak semangat), guru dapat memberi motivasi
bahwa Allah dan RasulNya mencintai orang-orang yang rajin menuntut ilmu. Bila
ada siswa yang malas berolah raga, guru akan mengabarkan bahwa Allah dan
RasulNya mencintai orang yang kuat dan sehat. Serta masih banyak lagi hal-hal
kecil yang bisa diterapkan dengan mudah, pada setiap kesempatan (sambil belajar
ataupun bermain, di dalam kelas ataupun di luar) dan terus-menerus.
Penguatan
pendidikan karakter berbasis Rukun Iman ini tidak hanya dapat dilakukan oleh
guru bidang studi PAI, melainkan oleh semua guru. Secara teknik mungkin perlu
diadakan seminar Rukun Iman Sebagai Basis Pendidikan Karakter untuk seluruh
guru. Sehingga siswa akan terus meng-upgrade karakter pada setiap
pelajaran. Mereka akan bertemu Rukun Iman pada pelajaran IPA, akan bertemu
Rukun Iman pada pelajaran IPS, akan bertemu Rukun Iman pada pelajaran Penjas,
Matematika, dan semuanya.
Penguatan
karakter berbasis Rukun Iman ini tidak hanya dapat diaplikasikan kepada siswa
beragama Islam, tetapi juga kepada seluruh siswa. Bahwa benang merah dari semua
agama adalah sama, beriman pada Tuhan, pada Kitab, pada Rasul, pada Malaikat
dan hari akhir.
Saya
mengimpikan, Rukun Iman yang diaplikasikan dalam hal-hal sederhana di Sekolah
Dasar akan memancangkan pondasi karakter baik pada setiap siswa. Dan pada
akhirnya saya membayangkan, tak akan ada lagi siswa yang berani membuka
situs-situs tidak patut (pornografi) dan apalagi mengajak teman-temannya untuk
melihat bersama-sama. Karena mereka semua paham, apa yang mereka buka dari
gawai akan diketahui oleh Allah. Dan apa yang mereka tonton akan dicatat oleh
malaikat.
Semoga
impian saya ini menjadi mimpi kita bersama. Menjadi mimpi orang tua siswa
beserta seluruh guru demi terwujudnya generasi Indonesia emas pada masa
mendatang. Semoga…
Medan,
12 Oktober 2017
*Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba menulis Feature Sekolah Dasar 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.