Seorang pengarang menuliskan karangannya. Tentang dua teman
yang belasan tahun tidak berjumpa. Saat perjumpaan pertama, satu tokohnya
menanyakan;
“Kau bisa bertanya, misalnya, apakah aku
mencarimu setelah kau menghilang selepas pertemuan terakhir di rumah kosmu?”
Tiga hari lalu, ketika pengarang
itu membongkar satu buah laci yang pengap oleh himpitan kenangan, ia menemukan
satu buah blocknote usang. Ia usap permukaan blocknote itu serupa
benda bersejarah yang tak boleh kotor oleh debu. Khidmat ia membuka sampulnya,
dan, di sebalik sampul itu, berderet-deret nama teman sekaligus nomor-nomor kontak
mereka.
Pengarang itu tergerak mengambil
ponsel, mengetikkan serangkaian kombinasi angka dan… ia terhubung dengan
sahabat lama yang sudah belasan tahun tak berkabar. Surprise ia mengetikkan
pesan di WA;
Hai, apa
kabar?
-dari
teman mudik
Setengah hari balasan muncul;
“Teman
mudik? Ya, aku ingat kamu. Kamu sekarang di mana? Dulu aku sempat cari-cari
kamu yang pergi menghilang tanpa kabar.”
Pengarang itu tertegun. Bagaimana bisa? Adakah dialog yang
kebetulan, hanya kemiripan? Dia menguji kebetulan itu dengan pertanyaan;
“Cari
dimana?”
“Ya cari
di kosmulah.”
Kos?
Yah, pertemuan terakhir mereka di
sebuah kos, dan sang sahabat mencari di kos yang sudah ditinggalkan. Ajaibnya,
sahabat lama dalam blocknote, ialah yang karakternya dipinjam pengarang
untuk ditiupkan ke dalam karakter tokoh karangannya.
Orang bilang penulis fiksi selalu
payah, tak pandai membedakan realitas dan khayalan. Apa boleh buat? Secuil karakter
yang dipinjam menjadi tokoh dalam karangan sudahlah menjadi karakter yang baru,
utuh, berdiri sendiri tanpa bayang-bayang karakter adaptasinya. Bila ada
kesamaan dialog dan alur, barangkali pengarang memang memiliki sensitifitas
tentang bagaimana pola hubungan, perasaan, pikiran, gerak-gerik dan impian.
Begitulah, anggap saja memang
tugas masing-masingnya masih belum selesai untuk saling ‘menggerakkan takdir’ kisah
mereka di dunia ini. Sebab Allah tak mungkin mempertemukan kembali para lelakon
yang sudah selesai seluruh scene-nya. Dan tersebab kisah mereka belum
menyentuh satu garis bertulis kata tamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih sudah meninggalkan komentar. Mohon untuk selalu berkomentar dengan bahasa yang baik dan tidak SARA, ya.